Rabu, 01 Juni 2011

Tidak hati-hati

    Si Jamilah murid kelas empat sekolah rakyat. Ia masuk murid yang terpandai dikelasnya. Menghafal sejam saja dirumah sudah cukup baginya.

    Sungguhpun begitu ada juga kekurangannya. Ia kurang hati-hati melakukan sesuatu pekerjaan, lagi pula pelupa. kalau pagi-pagi ia hendak pergi kesekolah, ada-ada saja yang ditanyakannya, karena lupa atau salah meletakkan.

    Pada suatu pagi ia sedang menyisir rambutnya, karena hendak pergi kesekolah. belum habis ia bersisir, ia dipanggil oleh ibunya. Sisir diletakkannya, lalu pergi mendapatkan ibunya. "Apa ibu?" tanyanya. "O.., sangkaku kamu sudah pergi, makanlah dahulu!" jawab ibunya. "Ya, ibu", jawab si Jamilah, "saya sudahkan dahulu bersisir." Melompat pula ia kedalam bilik. Dicari-carinya sisir, tak bersua. "Dimana sisir, ibu?" tanyanya. "Tak tahu aku", jawab ibunya. "Carilah sendiri! Kamu yang bersisir tadi". Dicarinya sekali sisir itu. Berkat lama mencari, bersua sisir itu kembali olehnya. Kiranya dibawah bukunya. Salah ia meletakkannya. Hari sudah tinggi juga.

    Berlari-lari ia pergi kesekolah. Sampai disana kiranya orang sudah masuk. Si Jamilah dihardik benar-benar oleh guru. Waktu bermain-main ia tak boleh keluar. Kesal benar hatinya.

    Kerap kali ia dihukum seperti itu. Dirumahpun demikian juga, tetapi tiada juga jera-jeranya.

    Untunglah ia pandai disekolah. karena pandai itu, ia disuruh ibunya pergi kerumah bibinya belajar menjahit. Bibinya itu tinggal jauh sedikit dari rumahnya. Ada kira-kira setengah jam perjalanan. Menjahitpun lekas pula si Jamilah pandai. Dalam waktu sepuluh hari saja sudah pandai ia menjahit bajunya sendiri.

    Pada suatu hari sudah pula olehnya baju sehelai. Terbuat dari sutera hijau. Lehernya berbunga kuning. Harganya ada kira-kira tiga rupiah. Bibinya melipat baju itu baik-baik, dimasukkannya kedalam sebuah kotak, lalu diikatnya teguh-teguh dan diberikannya kepada si Jamilah sambil berkata, katanya : "Lah, itu bajumu, buatanmu sendiri. Tak senangkah hatimu? Pakailah baju itu baik-baik! Hati-hati dan hematkan, karena mahal harganya!"

    Amat besar hati si Jamilah waktu menerimanya. Berlari-lari ia pulang, karena hendak lekas-lekas memperlihatkan kepada ibunya.

    Ditengah jalan si Jamilah lalu dimuka sebuah kebun bunga. Dilihatnya amat banyak bunga disitu.

    "Aduh, bagusnya bunga-bunga itu!" katanya dalam hatinya. "Biarlah aku ambil beberapa tangkai." Setelah penuh tangannya, melompat-lompatlah ia sambil bernyanyi pulang kerumahnya. Tetapi manakah kotak yang berisi baju itu? Ya.., lupa ia rupanya. Setelah hampir kerumah, barulah teringat ia akan bajunya itu.

    Berlari pula ia kembali kekebun bunga tadi. Dicari-carinya kesana-sini bajunya itu. Tetapi bagaimana juga ia mencari, baju itu tak juga bersua.

    Iapun menangislah tersedu-sedu, karena sayang benar ia kepada bajunya itu. Lagi pula takut akan dimarahi ibunya.

    Dirumah diceriterakannyalah hal itu kepada ibunya. Ibunya amat marah, katanya : "Itu salahmu sendiri, mengapa kamu tidak hati-hati."

    Si Jamilah pergi kedalam biliknya dan menangis memikirkan bajunya yang hilang itu.



( Bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )




Tidak ada komentar: