"Apakah sebabnya engkau serupa ini?" kata kancil kepada seekor kambing yang pincang jalannya.
"Dilempar Pak Abu dengan kayu, karena aku masuk kebunnya," jawab kambing.
"Patutlah! Tetapi mengapa disitu benar mencari makan, bukankah dalam hutan ini banyak makanan untuk engkau?"
"Didalam hutan ini tak ada yang seenak makanan diladang Pak Abu. Tetapi ah ..... rupanya engkau berpihak pula kepada Pak Abu," kata kambing beriba hati.
"Janganlah engkau beriba hati benar! Kalau engkau suka, boleh kutunjuki akal, supaya dapat pula engkau makan disitu dengan tak diganggu Pak Abu".
"Syukur, kalau engkau sudi menolong".
"Begini jalannya," kata kancil. "Carilah sehelai kulit harimau. Tengah malam engkau pakai kulit harimau itu, lalu masuklah engkau keladang Pak Abu dan makanlah sekenyang-kenyangnya. Setelah kenyang, tanggalkan kulit harimau itu dan sembunyikan pada tempat yang baik. Begitulah lakukan setiap malam. Bila engkau dilihat Pak Abu, tak akan mau ia mengganggu engkau, karena engkau disangkanya harimau juga. Ia akan lari pontang-panting ketakutan".
"Mencari kulit harimau itu amat mudah", kata kancil itu pula, "marilah kerumah Pak. Kadir. Kemarin ia menembak seekor harimau besar. Tentu kulit harimau itu sudah diambilnya dan sekarang agaknya sedang dijemurnya dibelakang rumahnya. Marilah kita curi".
"Baik", kata kambing dengan muka berseri-seri tanda suka hatinya.
Keduanyapun pergilah kerumah Pak Kadir. Rupanya mujur kambing itu. Pak Kadir tak ada dirumah. Dengan segera diambilnya kulit harimau yang terjemur dibelakang rumah itu.
"Sekarang aku hendak pulang kembali", kata kancil itu. "Nanti malam turutlah seperti kataku tadi. Tetapi engkau harus menurut nasihatku yang satu ini. Sekali-kali engkau jangan bersuara barang sedikitpun, biarpun apa yang terjadi".
"Saya pegang teguh nasihatmu itu", jawab kambing.
Keduanya berpisahlah.
Malamnya, kambing masuk keladang Pak Abu, menyamar sebagai harimau. Iapun makanlah dengan enaknya. Setelah perutnya kenyang, lalu ia pulang ketempatnya. demikianlah dilakukannya tiap-tiap malam. Siang tidur, malam berjaga. Badannya telah gemuk.
Pak Abu sangat heran. Tanamannya rusak, sedang seekor binatangpun tak ada masuk kebunnya.
"Tak mungkin", pikir Pak Abu. "Kalau tak ada binatang masuk, masakan tanamanku seperti ini. Baiklah kuintai malam ini".
Haripun malamlah. Pak Abu pergilah keladangnya membawa sebatang tombak. Hari terang bulan. Pak Abu sedang mengintai. Lama ia menunggu, tetapi suatupun tak ada yang terjadi. Dinantinya sampai jauh malam.
"Ha, apa itu?" kata Pak Abu. Seekor harimau masuk perlahan-lahan. Pak Abu sangat takut, ia hendak lari. Tetapi karena ia ada kelindungan dibalik semak-semak, ditetapkannyalah hatinya sambil melihat kepada tombaknya. Ia tak jadi lari. Ditengoknya harimau itu nyata-nyata.
"Heran", pikir Pak Abu. "Seekor harimau makan tanaman muda. Tanda akhir zamanlah ini agaknya. Hai .......... harimaupun bertanduk .......... Allah, tobat .......... , berjanggut pula?"
Takut Pak Abu bukan alang kepalang. Sekujur badannya gemetar. Lebih-lebih waktu harimau itu sudah dekat kepadanya.
Harimau itu makan juga dengan enaknya. Tiba-tiba harimau itu menoleh kepada Pak Abu. Arwah Pak Abu rasakan terbang. Pikirnya, tentulah ia akan dilulur harimau itu bulat-bulat. Apa yang kejadian? Harimau tadi berpaling dan lari pontang-panting. Melihat itu timbul berani Pak Abu. Takut bercampur marah dikejarnya harimau itu. Ketika dilihatnya Pak Abu mengejarnya, harimau itu lari bertambah cepat sambil membebek-bebek. Mendengar itu Pak Abu tak syak lagi. Dilepasnya tombaknya. Harimau palsu itu jatuh tersungkur, kemudian lari tunggang-langgang.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar