Dilereng gunung Himalaya, ditanah Hindustan, adalah sebuah lembah yang besar dan permai. Ditengah-tengah lembah itu mengalir sungai Gangga yang lebar.
Didalam lembah itu diam berpuluh ribu ekor kera, yang dikelapai oleh seekor rajanya.
Sekalian kera itu sangat menurut perintah rajanya, seekor pun tiada yang berani melawan. Sebuah daripada perintah raja kera itu ialah menjaga buah-buahan disana, supaya jangan sampai ada yang jatuh kedalam sungai dan hanyut kehilir.
"Ingatlah kamu sekalian!" kata raja kera itu. "Jika ada buah-buahan ini hanyut kehilir, celakalah kita semuanya. Buah itu akan sampai ketangan manusia dan mereka itu akan datang beramai-ramai kemari mengusir kita".
Perintah itu diturut sebaik-baiknya oleh sekalian kera itu. Kalau pohon buah-buahan yang ditepi sungai itu berbuah, sebuah pun tiada dibiarkannya jatuh masuk sungai, sekaliannya habis dimakannya.
Akan tetapi pada suatu hari jatuh juga sebuah diantara buah-buahan itu kedalam sungai. Sebabnya maka jatuh begini: Ada sebuah diantara buah-buahan itu dipalut sarang serangga, sehingga tidak kelihatan. Buah itu masak dan jatuh kedalam air, lalu hanyut kehilir.
Dikota Benares buah itu dapat oleh seorang penjala.
Ketika itu raja kota Benares yang bernama Brahmadatta, sedang bersiram. Baginda bertanya: "Buah apakah itu, hai penjala?"
"Patik pun tiada tahu, tuanku!" sembah penjala.
Maka ditanyakan raja kepada seorang yang utas, yang berdiri ditepi sungai: "Hai utas, buah apakah ini? bagus benar rupanya!"
Sembah orang utas itu: "Kalau patik tiada salah, itulah buah mango, tuanku. Pohonnya tidak ada disini, melainkan dilembah gunung Himalaya. Kata orang rasanya sangat lazat dan tiadalah buah-buahan selazat itu".
Baginda mencoba memakan buah itu.
Sesungguhnyalah sangat lazat rasanya, sehingga baginda heran dan ta'ajub.
"Barangkali makanan dewa-dewa juga!" pikir baginda. "Hendak kusuruh cari dimana tumbuh pohonnya?"
Keesokan harinya berangkatlah berpuluh-puluh orang mencari pohon mango itu. Baginda pun serta pergi.
Setelah beberapa hari lamanya berjalan, sampailah kelembah gunung Himalaya itu. Ketika itu hari telah malam dan cahaya bulan purnama sangat terangnya.
"Barangkali itulah pohon mango yang kita cari!" sabda raja Brahmadatta. "Tetapi apakah yang bergerak-gerak pada dahannya?"
"Sekawan kera tuanku", sembah seorang pengiring. "Lihatlah binatang itu memakan buah-buahan!"
"Kepung keliling pohon itu", titah baginda, "supaya ia tak dapat lari! Besok boleh kita tembaki sekaliannya".
Pohon mango itu dikepung oranglah.
Adapun raja kera telah tahu akan bahaya itu. Katanya kepada rakyatnya: "Hai anak-anakku sekalian, bahaya yang kita takutkan telah tiba. Manusia itu akan membunuh kita. tetapi engkau sekalian jangan takut. Nanti kucari akal akan melepaskan kita dari bahaya itu. Tetapi hendaklah kau turut segala perintahku!"
Setelah itu raja kera itu melompat keseberang sungai itu dengan susah payah. Dicarinya sehelai akar yang menjulai dipohon kayu. Ujung akar itu dibawanya keseberang kembali. Maksudnya hendak dibuatnya jambatan untuk rakyatnya lari. Tetapi malang, akar itu tidak sampai, kurang sedikit lagi. Apa akal? Dengan tiada berpikir lagi lalu diikatnya kakinya sebelah, kemudian ia bergantung pada dahan kayu.
"Anak-anakku!" seru raja kera itu, "melompatlah kebelakangkudan lari keseberang! Lekas, karena hari telah hampir siang!"
Sebagai topan menderu, rakyat kera yang berpuluh ribu banyaknya itu berlari melalui belakang rajanya. Semuanya selamat, tinggal seekor lagi. Karena takut ketinggalan melompatlah ia dari tempat yang tinggi kebelakang rajanya. Celaka, raja kera mengeluh kesakitan, karena tulang punggungnya patah.
Semua kejadian itu dilihat oleh raja Brahmadatta. Air mata baginda berlinang-linang, karena sangat pilu hatinya. Maka diperintahkan baginda orang menurunkan raja kera yang masih berpegang kuat pada cabang kayu itu.
Setelah sampai dibawah diselimuti baginda dengan kain dewangga dan diberi minuman yang sejuk dan lazat.
Ujar raja Brahmadatta: "Hai kera, sungguh heran aku melihat perbuatanmu. Tubuhmu kau jadikan jambatan untuk menolong orang lain. Tidakkah engkau tahu, karena perbuatanmu itu, nyawamu akan melayang?" "Siapakah engkau ini dan siapakah yang engkau tolong itu?"
"Ya, raja manusia", ujar raja kera, "hamba ini ialah pemimpinnya dan bapaknya juga. Hamba amat cinta kepada sekalian mereka itu. Sebab itu hamba tidak menyesal akan mati karena menolong sekalian anak-anak hamba itu. Oo.., raja manusia, jika tuanhamba hendak berbahagia pula, janganlah tuanhamba memerintah dengan kekuasaan karena mereka itu rakyat tuanhamba. Tetapi memerintahlah dengan kasih sayang. karena mereka itu anak-anak tuanhamba. Hanya itulah jalan untuk mendapat bahagia bagi seorang raja. Ingatlah, bahwa umur kita ini tidak berapa lama,, yang dapat kita pergunakan untuk berbuat kebajikan. Jika umur hamba tak lama lagi, janganlah tuanhamba lupa akan perkataan hamba ini, o.., raja Brahmadatta!"
Setelah itu raja kera pun matilah.
Raja Brahmadatta sangat sedih hatinya mendengarkan perkataan kera itu. Adalah mutiara jua layaknya, berhamburan dari mulutnya. Supaya baginda jangan lupa akan perkataan indah itu, maka untuk raja kera itu disuruh buatkan baginda sebuah batu candi batu pualam putih, akan jadi kenang-kenangan.
(Bersumber dari buku "Tjeritera Goeroe")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar