Rabu, 24 Agustus 2011

Kue Ketimus

Bahan :
    Singkong

Rempah-rempah :
    Kelapa yang agak muda, Gula-jawa, Garam.

Cara membuatnya :
    Singkong dikupas, diparut.
Dicampur dengan parutan kelapa, Gula-jawa halus (dikerik) dan garam.
Semua dicampur rata, lalu dibungkus dengan daun pisang.
Sesudah itu dikukus sampai matang.




( bersumber dari buku masakan untuk masyarakat pedesaan )




Apa sebab Gajah tak ada di Amerika

   Dahulu kaka dihutan-hutan di Amerika banyak binatang besar-besar lagi buas. Masing-masing hendak berkuasa didalam hutan itu. Singa hendak menjadi raja, Beruang hendak menjadi raja dan yang lainpun demikian pula. Karena itu acapkali terjadi peperangan antara segala binatang itu.

    Binatang yang kecil-kecil sangat ketakutan. Banyak pula yang mati dianiaya binatang-binatang buas itu. Ada yang mati terinjak, ada yang mati diterkam dan tak kurang pula yang dimakannya. Yang mengerikan binatang kecil-kecil, ialah seekor gajah. Gajah itu sangat besar dan amat buas. Jika raksasa hutan itu marah, gemparlah segala isi hutan itu. Semuanya lekas-lekas bersembunyi, jika tidak, tentulah habis mati diinjaknya.

    Kesusahan itu sangat terasa oleh seekor Serigala. Maka timbullah pikirannya hendak membinasakan binatang buas itu. Biarpun ia kecil, tetapi akalnya panjang, sebagai Kancil.

    Pada suatu pagi pergilah ia mendapatkan raja Gajah itu. Setelah bertemu, lalu katanya : "Hai kak Gajah alangkah besar dan kuat badan kak Gajah ini. Sepatutnya kak Gajah menjadi raja segala binatang dalam hutan ini."

    Kata Gajah dengan marah : "Cis, tak tahu adat benar engkau ini. Aku bukan kakakmu, mengapa engkau panggilkan kakak? Tak tahukah engkau memakai panggilan yang lebih patut dari pada itu?

    Serigala ketakutan melihat mata sang Gajah yang kecil itu, berkilat-kilat seperti kelereng api. Katanya dengan hormat : "Ah, tuan hamba jangan salah mengerti. Saya tadi salah sangka, saya sangka bercakap dengan kak Beruang. Tetapi sebetulnya tuan hamba patut menjadi raja disini......."

    Mendengar perkataan serigala dengan hormat itu, senanglah hati Gajah kembali. Tetapi ia berkata dengan keras juga, katanya : "Siapa yang mengatakan saya bukan raja dalam hutan ini? Saya lebih kuat, saya lebih berani, dan saya lebih besar dari segala isi hutan ini. kepada harimau dan beruang yang sangat engkau takuti itu, saya tak takut. Jika ia berani, saya tangkap dengan belalai saya dan saya bantingkan kepuncak kayu; kemudian kalau jatuh ketanah saya injak-injak sampai hancur."

    Kata Serigala : "Kata tuanhamba itu benar belaka. Tak ada binatang dalam hutan ini yang sebesar dan sekuat tuanhamba. tetapi didalam laut ada lagi binatang yang lebih kuat dari tuanhamba."

    "Siapa itu?" kata Gajah dengan marah. "Tunjukkanlah supaya saya lunyah kepalanya. Kalau tidak engkau tunjukkan, engkau sendiri saya injak-injak."

    Serigala girang hatinya, karena tipunya hampir berhasil. Lalu katanya : "Binatang itu ialah Ikan Paus. Tuanhamba boleh bertanding kuat dengan dia. Nanti kita cari dua batang kayu yang sama besarnya. Siapa yang dapat merobohkan pohon itu lebih dahulu, itulah yang patut menjadi raja."

    "Baik!" jawab Gajah. "Carilah pohon kayu itu!"

    Serigala membawa Gajah ketepi pantai. "Disanalah pertandingan itu diadakan, sebab Ikan Paus tak dapat naik kedaratan", kata Serigala. Gajah yang dungu itu percaya pula.

    Adapun pantai itu sangat curam dan tinggi. Dibawahnya terbentang laut yang dalam. Dipantai itu tumbuh sepohon kayu. Itulah yang akan dirobohkan Gajah.

    Kata Serigala : "Tuanhamba, tampak oleh tuanhamba pokok kayu yang diseberang itu? Pohon kayu itu sama besarnya dengan pohon kayu ini. Pohon itulah yang akan dirobohkan Ikan Paus. Sekarang boleh saya beri ia isyarat, supaya ia sama-sama siap dengan tuanhamba. Jika tangan saya sudah saya angkat keatas, itulah tandanya pertandingan boleh dimulai.

    Sementara itu Serigala mengikatkan sehelai rotan manau yang kasar kepohon kayu itu. Ujungnya dipegang kuat-kuat oleh Gajah dengan belalainya. Kemudia ia berdiri membelakang kepantai yang curam itu. Dari sanalah pohon besar itu hendak ditariknya.

    Setelah siap, Serigala menengok kekiri, menengok kekanan kemudian diajungkannya tangannya keatas dan berseru "Mulai!".

    Gajah yang pandir itu tak berpikir panjang, rotan manau yang kasar itu ditariknya sekuat-kuatnya. tetapi pohon itu tak juga roboh.

    Serigala berseru pula sekuat-kuat suaranya : "Ayuh, tarik kuat-kuat, kak Gajah! Pohon kayu yang diseberang hampir tumbang. Siapa yang dahulu menumbangkan, itu akan jadi raja."

    Gajah mengumpulkan kekuatannya, lalu bertumpu kebumi dan rotan itu ditariknya sekuat-kuatnya.

    Tiba-tiba pohon itu berbunyi ....rrrrk, ....krrak ....bum! Pohon itu tumbang. Sang Gajah tertelentang kebelakang lalu ........ jatuh kedalam laut. Sudah itu matilah ia.

    "Sekarang sudah selesai pekerjaan saya", kata Serigala seorang diri. Iapun menyalah-nyalak dan melolong-lolong tanda suka hatinya.

    Kata orang, itulah sebabnya sampai sekarang tak ada Gajah dihutan-hutan Amerika.



( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )



 

Selasa, 23 Agustus 2011

Tempe Goreng


Tempe diiris-iris, direndam dalam Air garam, Bawang-putih atau Asam;  lalu digoreng dengan minyak sampai matang.




( bersumber dari buku masakan untuk masyarakat pedesaan )


   

  

Senin, 22 Agustus 2011

Seorang Bapak yang cerdik

    Haji Ibrahim seorang saudagar besar. Ia beranak tiga orang laki-laki, Si Umar, si Amir dan si Kahar namanya.

    Permintaan Haji Ibrahim ialah, supaya anak-anaknya itu jika sudah besar dan ia tak kuat bekerja lagi dapat menggantikannya menjalankan perniagaannya nanti. Sebab itu dari kecil mereka itu sudah diajarkannya berniaga. Akan tetapi cita-cita bapak yang baik itu tidak dipedulikan oleh anak-anaknya. Mereka itu lebih suka bermain dan memboroskan uang dari pada belajar berniaga. Haji Ibrahim amat susah hatinya melihat kelakuan anak-anaknya itu. Pada pikirnya, jika ia mati tentulah anak-anak itu akan sengsara hidupnya, sebab mereka itu tak tahu hidup sendiri.

    Lama Haji Ibrahim berpikir-pikir, bagaimana akal akan mengajar anak-anak itu. "Barangkali karena mereka tingal bersama-sama dengan saya, maka mereka itu manja seperti ini. Baiklah saya suruh ketiganya pergi kenegeri lain, barang siapa mereka itu tahu bagaimana susah hidup", katanya dalam hatinya.

    Maka dipanggilnya ketiga anaknya itu, lalu katanya : "Hai anakku ketiganya, bapak makin sehari makin tua juga. Sebab itu termaksud oleh bapak hendak menyuruh kamu pergi belajar berdagang kenegeri lain. Boleh kamu bawa modal sedikit seorang. Barang siapa diantara kamu yang pandai menjalankan modal itu, kepadanya nanti akan bapak serahkan perniagaan ini semuanya."

    Setelah Haji Ibrahim berkata itu, dikeluarkannyalah uang, lalu dibagikannya antara ketiga anaknya itu.

    Kata Haji Ibrahim pula: "Berangkatlah kamu sekalian besok dan pulanglah sesudah setahun lamanya!"

    Ketiga anak Haji Ibrahim itu sangatlah susah hatinya. Mereka itu biasa senang dan manja dinegerinya, sekarang akan pergi berdagang kenegeri lain dengan modal yang kecil pula. Jika mereka itu hidup sebagai dinegerinya juga, tentulah dalam sebulan saja modal itu akan habis dan akan sengsara mereka itu dinegeri orang. Akan tetapi kehendak bapaknya itu tak dapat dibantah lagi.

    Keesokan harinya berangkatlah ketiganya kenegeri lain. Mula-mula mereka itu canggung benar dan serba susah. Hampir-hampir saja ia hendak pulang kembali. Maklumlah dikota, "Siapa cepat siapa mendapat, (dan) siapa lalai akan ketinggalan". Akan tetapi akhirnya terpikir oleh mereka itu akan pesan bapaknya, yakni siapa yang pandai berniaga, ialah yang akan meneruskan perniagaan bapaknya yang terlalu besar itu. Maka bercerai-cerailah mereka itu, lalu berusahalah sebagai yang dikehendaki bapaknya itu. Masing-masing hendak mengalahkan saudaranya, supaya dapat menerima pusaka yang banyak itu.

    Usaha mereka itu tidak sia-sia.Masing-masing banyak mendapat untung, sebab mereka itu bekerja dengan rajin, hemat dan sungguh-sungguh.

    Setelah cukup setahun mereka itu merantau, maka pulanglah ia kembali kenegerinya. Ketiganya disambut oleh Haji Ibrahim dengan muka berseri-seri.

    Si Umar lalu berceritera tentang perdagangannya yang beruntung itu. Sambil berceritera, tangannya tak berhenti-henti bermain, sehingga permata cincinnya yang banyak dijarinya gemerlapan rupanya. Maka maklumlah Haji Ibrahim, bahwa anaknya itu betul-betul ada beruntung dalam perniagaannya.

     Kemudian si Amir berceritera pula. Tetapi caranya berceritera lain dengan saudaranya Umar. Kalau ia sudah bercakap, ditundukkannya kepalanya rendah-rendah, sehingga kopiahnya yang penuh bertatahkan emas dan permata yang menyilaukan mata, jelas kelihatan. Haji Ibrahimpun tersenyum melihat hal itu dan iapun maklumlah pula, bahwa anaknya itu ada pula beruntung dalam perniagaannya.

    Akhirnya datanglah giliran si Kahar menceriterakan perdagangannya. Cara si Kahar berceritera lain pula dari kedua saudaranya. Ia duduk dengan tenang, dan tangannya terletak diharibaannya baik-baik. Akan tetapi tiap-tiap ia berkata, ia tersenyum dengan manis, sehingga giginya yang penuh bersalut emas berkilat-kilat kelihatan.

    Haji Ibrahim maklum pula, bahwa anaknya yang bungsu itu ada beruntung berniaga.

    Maka katanya kepada ketiganya: "Sekarang tahulah bapak, bahwa engkau ketiganya ada melakukan pesan bapak sebaik-baiknya. Ketiganya sama pandai, sama sungguh-sungguh dan sama beruntung. Sebab itu pusaka bapak tidaklah akan untuk kepada seorang saja, tetapi akan bapak bagikan antaramu ketiga."

    Mendengar itu baharulah maklum ketiga anak Haji Ibrahim itu, bahwa maksud bapaknya menyuruh mereka itu meninggalkan negeri, ialah supaya tahu akan susah hidup sendiri. Sejak itu ketiganya tak lalai dan tak manja sebagai dahulu lagi. Perniagaan bapaknya itu diteruskan mereka itu bersungguh-sungguh, sehingga makin lama makin besar dan makin banyak keuntungan didapatnya.



 ( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )



 

Kamis, 18 Agustus 2011

Mbok Siyah

Mbok Siyah pejahipun kedawahan uleg-uleg

    Mara sampeyan bedek cangkriman kula ing nginggil punika! Tiyang Jawi tisna sanget dateng mbok Siyah.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    Sapunika ingkang bade kula rembag namung saprekawis : sarem.

    Boten namung tiyang Jawi piyambak ingkang tisna dateng sarem. Janji sipat menungsa, mesti betah dateng sarem. Menawi olah-olahan boten ngangge sarem, mesti cemplang, boten eca. Menawi tiyang koncatan sarem sawetawis dinten, awakipun pesti kraos lungkrah.

    Punapa sampeyan sumerep, sarem punika pinangkanipun saking ing pundi? Mestenipun sampeyan inggih sampun mireng kabaripun, menawi sarem punika, ingkang dipun damel, toya seganten. Toya seganten punika wernenipun kados limrahipun toya kemawon; ewa semanten boten kenging dipun ombe, sabab raosipun asin sanget semu pahit tur leteng; awit toya seganten punika pancen wonten saremipun. Menawi toya seganten satus timba dipun godog, dipun esataken, lajeng wonten intipipun ingkang awerni wetawis kalih utawi tigang timba. Lha sarem ingkang wonten ing seganten punika pinangkanipun saking pundi? Prekawis punika benjing sampeyan kula criyosi. Sapunika kula bade nerangaken bab pendamelanipun sarem kemawon. Wau sampeyan sampun kula criyosi : toya seganten menawi dipun gadog ngantos asat, lajeng ngintip; intipipun punika sarem. Nanging menawi damel sarem dipun latoni mekaten, mendah katah wragadipun. Sarem rak dados awis; menawi dipun sade mirah, ingkang damel sarem mesti tuna. Dados enggenipun nggaota boten saged angsal panggesangan.

 Ing Madura, sanding pinggiripun seganten, dipun damelaken blumbangan wiyar-wiyar, nanging cethek. menawi seganten ngleresi rob, toyanipun mili dateng blumbangan, nunten margenipun dipun tutup; dados menawi seganten sob, toyanipun boten tumut wangsul, kantun wonten ing blumbangan ngriku. Sarehne kebenteran saben dinten, mila lajeng ngukus; dangu-dangu asat. Saremipun kantun wonten ing dasaring blumbangan, dipun pendeti tiyang-tiyang ing ngriku, dipun sade dateng Negari.

    Punapa prelunipun dene blumbangan punika dipun damel cethek mekaten? Prelunipun supados lumahipun toya jembar, sabab ingkang ngukus punika namung ing nginggil kemawon. Dados sansaya wiyar lumahipun, pangukusipun sansaya rikat.

    Toya sami katahipun, dipun seleh wonten ing gelas, kaliyan wonten ing piring, mesti enggal asat ingkang wonten ing piring. Prekawis punika mestenipun sampeyan inggih sampun sami niteni. Mekaten ugi sinjang ingkang mentas dipun kumbah, murih enggalipun garing, inggih dipun jereng wonten ing genter, boten dipun umbruk-umbrukaken kemawon.

    Sarem anggenipun nusuki saking ing blumbangan wau, dipun ekum malih wonten ing toya, kareben ajur; lajeng dipun resiki ngantos petak, wernenipun wukon-wukon, lajeng dipun kintunaken dateng pundi-pundi, dipun sade. Wonten ingkang dipun pipit, dipun citaki kados banon; sabanon awratipun sekati. Ing Indonesiyah saremipun sarem banon sadaya.

    Menawi tiyang pesisir kidul ing Ngayogyakarta, rumiyin pendamelanipun sarem mekaten : Menawi seganten pinuju sob, tiyang-tiyang wira-wiri mendet toya seganten, dipun rembati ngangge upih, dipun siramaken ing weden. wedenipun saderengipun dipun sirami toya seganten, dipun radin rumiyin, wiyaripun wetawis salatar. Enggenipun nyirami wau ngantos weradin; lajeng dipun sirami malih arambah-rambah.
  
Wedenipun saged garing piyambak, awit saking bentering surya; boten ngangge dipun latoni boten barang. Punika wedenipun lajeng kabuntel ing sarem sadaya; wedi wau ingkang inggil piyambak lajeng dipun klempakaken ngangge sorok, nunten dipun wadahi ing kukusan. Dene kukusanipun dipun jagragi kajeng awon-awonan kemawon. Sangandapipun kukusan wonten jembanganipun kotong. Menawi kukusan wau sampun kebak wedi, lajeng dipun soki toya seganten. Sarem ingkang mblebed wedi wau lajeng ajur, katut ing toya, rembes dumawah ing jembangan. Enggenipun ngesoki toya punika rambah-rambah, ngantos saremipun katut sadaya, klebet ing jembangan. Toya ingkang nglempak wonten ing jembangan punika dados katah sanget saremipun. Nunten dipun bekta mantuk, dipun godog wonten kwali ageng-ageng. Pawon satunggal terkadang dipun trapi kwali tiga utawi sekawan. Panggodogipun wau ngantos asat; saremipun kantun wonten ing kwali, wernenipun petak memplak kados gendis pasir, namanipun sarem tamper. Sarem ingkang mekaten punika, menawi ing Ngayoja, rumiyin inggih dipun sade dateng peken. Sapunika tiyang ing ngriku sampun boten damel sarem malih.

    Ing tanah Malaka rekanipun tiyang damel sarem sanes malih. Tiyang-tiyang ing ngriku, ingkang damel sarem, sami mendeti kajeng ingkang wonten ing seganten. Kajeng wau menawi sampun garing, lajeng dipun besmi, awunipun lajeng dipun grujug toya ngangge dipun saring; dados saremipun ingkang wonten ing ngriku ajur, katut toya. Toyanipun lajeng dipun godog ngantos asat, namung kantun saremipun kemawon.

    Ing tanah Eropah sarem punika ingkang dipun damel inggih toya seganten. Wonten ugi sarem ing ngrika ingkang pamendetipun saking salebeting siti, sarana dipun duduk lebet sanget. Pedamelan punika naminipun melik.

    Sarem punika paedahipun boten namung dipun angge mbumboni olah-olahan kemawon, inggih wonten paedahipun sanesipun malih; kadosta kangge nyaremi ulam, kareben kenging dipun rimati lami.



( bersumber dari buku : "Kembang Setaman" )

Nb: Mbok Siyah = Lombok, Trasi, lan Uyah.






Urap-urap

Bahan :
        Kangkung, Taoge, Kacang panjang, Daun papaya, Daun Kacang, dll.


Rempah-rempah :
        Kelapa yang agak muda, Kencur, Bawang putih, Trasi, Asam, Cabai, Gula, Garam.

Cara membuatnya :
        Kelapa diparut, rempah-rempah ditumbuk halus, lalu dicampur dengan parutan kelapa tadi.
Campuran ini dibungkus dengan daun pisang dan dikukus.
Jika tidak ada alat untuk mengukus, dapat juga digongseng dalam wajan.
Sayuran dibersihkan, dipotong-potong dan dikukus atau direbus.




 ( bersumber dari buku masakan untuk masyarakat pedesaan )




Rabu, 17 Agustus 2011

Ongseng-ongseng tempe

Bahan :
      Tempe, Cabai hijau.

Rempah-rempah :
      Bawang merah, Asam, Trasi, Gula Jawa, Lengkuas, Salam, Minyak (Cabai Merah).

Cara membuatnya :
      Tempe diiris halus, lalu digoreng dengan minyak sedikit setengah matang.
Bawang merah, Cabai merah dan Cabai hijau digoreng setengah matang juga.

Bumbu ditumbuk halus-halus, lalu diberi air sedikit.

Gorengan tempe, Bawang merah dan Cabai dicampur dengan rempah-rempah ini, dan dimasak sampai matang




  ( bersumber dari buku masakan untuk masyarakat pedesaan )




Selasa, 09 Agustus 2011

Konsekwen



   
" Yen wedi aja wani-wani, 
yen wani aja wedi-wedi"



Sebuah kata bijak, kutipan dari artikel berbahasa jawa.
Yang maksudnya kurang lebih : Kalau memang takut, ya jangan melanggar aturan; kalau memang berani, ya harus konsekwen.

Sebagaimana keteladanan pejuang2 kemerdekaan, dengan semboyan "Merdeka atau Mati" --> Juga toleransi, dukungan, serta keikutsertaan mereka, yang dituangkan kedalam bentuk tembang oleh para seniman pada jamannya:  Selendang SuteraSurabaya, Sepasang Mata Bola.