Senin, 04 Juni 2012

Kisah pelayaran Columbus ke Amerika



Di Genua, sebuah Bandar dipinggir Laut Tengah, dia seorang tukang tenun, Columbus namanya. Ia tinggal dalam sebuah rumah kecil yang amat bersahaja, bersama-sama dengan isterinya dan seorang anaknya laki-laki yang baru berumur delapan tahun. Rumah yang besar dan bagus tak tersewa olehnya, karena hasil kain dan lakan yang ditenunnya tidaklah banyak, hanya cukup untuknya hidup bertiga beranak saja. Sebab itu mereka itu terpaksa bekerja dengan rajin. Kalau anaknya, Christoforus namanya, pulang dari sekolah, duduklah ia dekat tempat bapaknya bekerja dan menolongnya. Dirumah tak ada waktunya lagi untuk menghapalkan pelajaran sekolahnya. Yang dapat olehnya hanyalah membaca, menulis dan berhitung saja. Tetapi ketiga pengetahuan itu cukuplah untuk memperluas pengetahuannya.

Kalau ada waktunya terluang, pergilah ia dengan kawan-kawannya ketepi pantai akan mandi dan berenang-renang dengan riangnya. Acapkali terdiri saja ia melihat kelaut yang luas dan biru itu. Ingin melihat keadaan negeri-negeri dan orang yang ada disitu. Kalau ia duduk bekerja dihadapan perkakas tenunnya, acap kali ia dimarahi oleh bapaknya, karena salah pekerjaannya, sehingga banyak benang yang kusut. Pikirannya melayang-layang jauh keseberang lautan. Entah bilamana maksudnya akan dapat disampaikannya.

Sampai berumur dua puluh tahun ia bekerja bertenun itu membantu bapaknya. Ketika itu ia seorang muda yang besar tegap dan berani. Bertenun kurang suka ia lagi.

Pada suatu hari termenung pula ia dimuka perkakas tenunnya. Tiba-tiba berdirilah ia, dan benang yang masih dalam tangannya diletakkannya. Lalu berkatalah ia kepada bapaknya, katanya : “Bapak, pekerjaan ini sebenarnya bukanlah pekerjaan saya, melainkan pekerjaan perempuan, atau orang yang lemah, tidak seperti saya, besar dan tegap. Tak sepadan pekerjaan ini dengan tenaga saya. Sebab itu bapak izinkanlah saya mencari pekerjaan lain. Sampai sekarang ini yang terkenang oleh saya ialah hendak menyeberangi lautan yang besar, hendak melihat-lihat negeri orang akan mengetahui keadaan disitu serta penduduknya.”

Bagaimana juga ayahnya melarangnya pergi, tetapi sia-sia saja, maksudnya akan disampaikannya juga.

Sebab dilihatnya anaknya keras benar hendak pergi berlayar itu, berkatalah ia, katanya : “Sekarang saya izinkanlah engkau pergi. Baik-baiklah dijalan. Saya lepas engkau dengan do’a, mudah-mudahan selamat engkau pulang pergi.” Iba betul hatinya melepas anaknya pergi itu, tetapi tidak diperlihatkannya, karena takut ia anaknya akan berangkat dengan bersusah hati.

Sambil mengepit sebuah bungkusan kain pergilah ia kepelabuhan. Kebetulan hari itu ada sebuah kapal yang hendak berangkat. Waktu didengarnya kabar itu, pergilah ia menghadap nachoda kapal itu akan minta menjadi kelasi. Karena nachoda itu lagi perlu lagi seorang kelasi yang berbadan tegap dan kuat, iapun diterimanya bekerja dikapal itu. Kapal yang ditumpanginya itu ialah kapal kecil kepunyaan seorang bangsa Italia.

Itulah permulaannya Christoforus Columbus mengarungi lautan yang luas. Bertahun-tahun ia tak pulang. Banyak pulau dan kota besar-besar yang sudah dilihatnya. Tetapi tidak juga bosan-bosannya. Rupanya tak tertinggalkan lagi laut olehnya. Niatnya akan pergi keujung dunia. Jauh disana dibalik lautan. Niat yang sejak kecilnya dimimpi-mimpikannya itu akan disampaikannya juga. Sebab kapal Italia tempatnya bekerja itu hanya berlayar sekeliling laut tengah saja, pindahlah ia bekerja kekapal orang Portugis, karena orang Portugis termasyhur sebagai pelayar yang berani, tak takut akan angin topan dan ombak yang serumah-rumah tingginya. Bertahun-tahun pula ia bekerja disana.

Anak tukang tenun yang dahulu itu, ketika itu sudah menjadi seorang orang laut. Kulitnya yang putih dahulu sudah menjadi merah tua; bahunya bidang, badannya tinggi, besar dan tegap.

Sepuluh tahun kemudian ia sudah menjadi nachkoda kapal, kepunyaan seorang Portugis. Dengan kapal itu ia berlayar menyusur pantai Afrika Barat sampai ke Tanjung Pengharapan.

Setelah ia berumur 35 tahun, kawinlah ia dengan seorang gadis bangsa Portugis. Dibuatnyalah sebuah rumah yang bagus dipulau Porto Santo, sebuah pulau di Portugis juga. Jendela kamar tempatnya bekerja dihadapkannya kebarat, sehingga laut Atlantik yang luas itu selalu dapat dilihatnya. Diatas mejanya terletak sebuah peta, yang diperolehnya dari seorang sahabatnya, guru besar sekolah tinggi di Perancis. Menurut peta itu adalah bumi itu bulat bangunnya seperti limau(jeruk). Menurut pikirannya demikian pula. Sebentar-sebentar melihat ia kepetanya, sesudah itu kelaut Atlantik yang biru itu.
“Jauhkah barangkali letaknya pulau yang diseberang ini?” tanyanya sama sendirinya. Dibukanyalah sebuah buku lama, lalu dibacanya. Kebetulan terbalik olehnya halaman yang berisi ceritera Marcopolo. Kira-kira dua ratus tahun yang lalu dimulainya perjalanannya menuju ketimur. Mula-mula dengan kapal di Laut Tengah, kemudian berjalan kaki. Maka sampailah ia kepantai negeri Tiongkok. Jauh ditengah laut kelihatan olehnya berpuluh-puluh pulau. Sebuah diantara pulau yang banyak itu dinamainya Zipangoe. Dari negeri Tiongkok diteruskannya perjalanannya ke Indonesia yang kaya raya; maka sampailah ia ke Pasai, yang letaknya disebelah utara tanah Aceh. Beberapa pelayar orang Portugis sudah juga mencoba pergi ke Indonesia. Jalannya menanjung Benua Afrika Selatan, tetapi sampai waktu itu maksudnya belum juga tercapai.

“Marcopolo, menuju ke Timur”, kata Columbus dalam hatinya. “Saya akan mencoba berjalan ke Barat. Tentu saya akan sampai juga ke Indonesia. Barangkali lebih lekas lagi dari Marcopolo.” Tak tertidur ia sekejap juapun, memikirkan hal itu. Tetapi apakah akalnya hendak menyampaikan maksudnya? Tentulah perjalanan itu akan besar biayanya. Uang ada padanya, tetapi untuk membelanjai perjalanan sejauh itu tentu tak cukup ……..


Didalam sebuah bilik yang besar dan bagus, diistana Yang Mahamulia Seri Baginda Djohan II, Raja Portugis, pembesar negeri beserta dengan raja sedang duduk bermusyawarah. Rupanya ada suatu hal yang penting, yang sedang dibicarakan. Waktu itulah, tanggal 8 Bulan VIII 2143, Columbus akan datang menghadap raja mencurahkan niatnya serta minta tolong dan bantuan kepada baginda raja.

Kira-kira pukul sepuluh pagi sampailah Columbus kesitu. Setelah ia dipersilahkan raja akan berbicara, maka berdirilah ia; peta besar yang dibawanya dikembangkannya sekali. Maka diceriterakannyalah akan maksudnya. Waktu Columbus menceriterakan bahwa bumi ini bulat seperti limau, maka yang hadir tertawa gelak-gelak, karena pada pendapatannya dunia ini tidak bulat, melainkan pecak seperti daun meja, terapung-apung diatas laut. Bagaimana juga Columbus menerangkannya, mereka itu tak percaya juga. Bulatlah pembicaraan mereka itu akan menolak permintaan Columbus itu. Dengan hampa tangan berangkatlah Columbus, meninggalkan istana itu.

Sungguhpun begitu ia tak juga berputus asa. Pergi pula ia menghadap raja Spanyol, lalu diceriterakannya pula maksudnya. Tetapi tak berhasil juga. Semuanya mengatakan, bahwa Columbus sudah gila, karena angan-angannya.

Delapan tahun kemudian pergilah ia dengan seorang sahabatnya, sahabat baik baginda raja perempuan Isabella, raja di Spanyol juga. Sahabatnya itu menerangkan kepada baginda akan maksud Columbus. “Kalau maksud Columbus ini berhasil, tentulah Spanyol akan menjadi kaya”, katanya. “Dan kalau maksudnya tak sampai, tidaklah akan merugikan benar kepada Spanyol. Biaya yang akan tuanku keluarkan untuk pelayaran Columbus ini tidaklah berarti kalau dibandingkan dengan kekayaan negeri kita, apalagi Spanyol baru-baru ini sudah pula menaklukkan Granada.”

Bagindapun bermusyawarahlah dengan pembesar-pembesar negeri Spanyol. Putuslah mupakat mereka itu akan mengabulkan permintaan Columbus. Delapan belas ribu rupiah diberikan kepada Columbus untuk perjalanannya itu.


Tanggal 2 Bulan VIII 2152 diadakanlah diistana raja perjamuan besar. Sekalian pembesar-pembesar negeri dan sahabat kenalan Columbus datanglah kesana akan menghadiri perjamuan itu dan akan mengucapkan selamat jalan kepadanya. Tengah malam barulah dihabisi dengan do’a selamat.

Keesokan harinya, hari Jum’at tanggal 3 Bulan VIII 2152, berduyun-duyunlah orang pergi kepelabuhan, akan melepas Columbus, berlayar mengarungi lautan besar, akan mencari negeri baru itu.

Setelah siap semuanya, Columbuspun berteriaklah memerintahkan menurunkan layar. Layarpun dikembangkan oranglah, dan kapal Columbuspun bertolaklah lambat-lambat meninggalkan pelabuhan Spanyol. Orang-orang yang berdiri ditepi pantai melambai-lambaikan tangannya tak putus-putusnya mereka itu meneriakkan “Selamat jalan”.

Beberapa hari kemudian kelihatanlah oleh kita tiga buah kapal layar, sebuah besar dan dua buah kecil, berlayar dengan angin turutan di Laut Atlantik menuju kebarat. Dibagian depan kapal yang sebesar-besarnya antara kapal yang tiga buah itu tertulis dengan huruf yang besar nama “Santa Maryam”. Itulah nama yang diberikan Columbus kepada kapalnya. Berjalanlah ia pulang balik digeladak kapal. Matanya ditujukannya kemuka. Tak lain yang kelihatan olehnya, melainkan langit dan air yang biru saja. Keningnya dikerutkannya, tetapi matanya tidaklah ruyup, seperti orang yang putus asa, melainkan bercahaya-cahaya, penuh dengan kegembiraan dan pengharapan. Dilupakannya yang sudah-sudah dan disatukannya pikirannya menunggu apa yang akan jadi.

Kepada anak-anak kapal diterangkannyalah dengan sejelas-jelasnya, bahwa bumi ini bulat, tidak pecak seperti pendapat kebanyakan orang waktu itu. Tentulah mereka itu akan sampai juga ke Indonesia, yang letaknya disebelah timur. Akan kaya-rayalah dan akan senanglah hidupnya pada kemudian hari. Perkataannya itu sebagai cambuk dan menambah semangat mereka itu, karena sejak itu mereka itu makin sungguh-sungguh dan hati-hati bekerja.

Anginpun bertiuplah dari sebelah timur, layar-layarpun mengembunglah dan ketiga kapal itu meluncurlah kemuka dengan amat lajunya. Makin lama makin jauh juga mereka itu menuju kebarat. Daratan sudah lama tak kelihatan; kemana juga mereka itu memandang, hanyalah yang tampak air, air dan langit saja. Mereka itupun takutlah. Tetapi seorangpun tak ada yang berani menceriterakan hal itu kepada nachodanya. Columbus mulailah pula menghiburkan hati mereka itu. Dua orang sahabatnya yang mengikut waktu itu turut pula membantu Columbus menyenangkan hati mereka itu. Hati mereka itupun senanglah dan penuh pula dengan pengharapan akan sampai kepulau emas yang seperti diceriterakan oleh Columbus.

Tiga pekan sudah lamanya mereka itu berlayar. Dibiliknya, nachoda kapal yang berani dan tetap hati itu selalu melihat peta yang terkembang diatas mejanya. Berhelai-helai kertas penuh dengan garis, bundaran dan angka-angka. Dihitungnya berapa mil sudah dilayarinya dan berapa lama lagi ia akan sampai kelaut yang disebelah timur. Menurut pendapatnya sudah lama ia sampai kepulau Zipangu, pulau yang dinamai oleh Marcopolon dahulu, waktu ia ditanah Tiongkok. Amat heran Columbus memikirkan hal itu. Sudah selama itu ia berlayar, tetapi sebuah pulau juapun tak kelihatan olehnya. Sesatkah ia agaknya? Salahkah barangkali peta yang dikirimkan oleh temannya kepadanya? Iapun mulailah bimbang. Tetapi tak diperlihatkannya. Pergilah ia kegeladak kapal mendapatkan anak-anak kapal. Dirahasiakannya pendapatnya kepada mereka itu. Tak seorang juga dapat melihat dari gerak-gerik Columbus, bahwa hatinya waktu itu kacau dan kusut seperti benang. Begitulah pandainya nachoda itu menyimpan rahasianya.

Tetapi sungguhpun begitu, waktu mereka itu melihat Columbus datang, berlari-larilah ia mengelilinginya dan meminta dengan sungguh supaya Columbus suka memutar haluan, kembali pulang ke Spanyol, karena kalau terus juga berlayar, tentu takkan ada kesudahannya; tak masuk pada pikiran mereka itu, bahwa ia akan sampai kepulau dibalik laut yang luas itu.

Waktu Columbus mendengar perkataan mereka itu, sangatlah marahnya. Sambil membelalakkan matanya yang merah padam cahayanya dan menghentamkan kakinya kelantaui geladak kapal, berkatalah ia dengan keras suaranya, katanya : “Tidak, kita tidak akan kembali. Pelayaran kita akan kita teruskan. Tidak lama lagi kita akan sampai kepulau emas yang sudah lama menunggu-nunggu kedatangan kita. Apa yang kamu takutkan, makanan masih cukup pada kita. Tetapkanlah hatimu! Satukanlah pikiranmu kepulau emas yang akan menguntungkan dan menyenangkan kamu dikemudian hari.”

Melihat ketetapan hati nachodanya, dan mendengarkan perkataan-perkataan yang penuh semangat itu, mereka itu tak dapat berkata-kata lagi. Seorang demi seorang mundur perlahan-lahan, pergi ketempatnya masing-masing.

Haripun malamlah. Columbus masuk kedalam biliknya. Tetapi sekejappun matanya tak dapat ditidurkannya, memikirkan masalah yang maha penting itu. Akan diteruskannyalah niatnya itu, atau akan kembalikah ia ke Spanyol? Kalau datang pikirannya hendak memutar haluan kapalnya, maka terbayang-bayanglah diruang matanya beribu-ribu orang yang akan mentertawakan dan mengejekkannya. Akan diteruskannya pelayarannya, tentu akan sia-sia saja. Pulau Zipangu yang ada pada petanya menurut hitungannya sudah lama terlampaui.

Demikianlah seminggu lamanya. Bekal yang dibawanya sudah berangsur kurang juga. Tak ada juga pulau kelihatan. Anak kapal itupun hilanglah sabarnya, disesalinya Columbus dengan perkataan-perkataan yang tak patut dikeluarkan oleh awak kapal kepada nachodanya. Seorang diantara mereka itu, yaitu bekas orang kurungan, datang mendapatkan nachodanya itu hendak memukulnya. Ialah yang menjadi kepala anak-anak kapal itu, dan yang mengajak mereka itu memberontak. Tetapi Columbus lebih cepat dari padanya. Melompatlah ia, ditangkapnya leher orang itu, lalu dihempaskannya kelantai. Dipijaknya orang itu lalu berkata, katanya : “Hendak kau ajak orang memberontak, kau suruh orang khianat kepadaku? Ingatlah, bahwa tak suka aku sekali-kali hal yang seperti itu. Kamu tunggulah tiga hari lagi. Jika sesudah tiga hari tidak juga kelihatan daratan, aku berjanji kepadamu sekalian memutar haluan dan pulang kembali.”

Seorangpun tak ada yang menjawab. Semuanya menundukkan kepalanya dan mundur perlahan-lahan.

Malam yang pertama petang Senin malam Selasa, tanggal 9 Bulan X duduklah Columbus berlutut dibiliknya. Ditadahkannya tangannya kelangit, bermohon kepada Tuhan, supaya maksudnya disampaikannya. Besoknya pagi-pagi hari Rabu tanggal 10 Bulan X, hari yang keenam puluh delapannya mereka itu meninggalkan Spanyol, pergilah mereka itu keatas geladak, akan melihat adakah tanda-tanda bahwa mereka itu sudah dekat kepada sebuah pulau. Tetapi tak ada yang kelihatan, lain dari pada air dan langit, langit dan air. Haripun malamlah pula. Tinggal dua hari lagi, mereka itu akan kembali ke Spanyol dengan tak mencapai maksudnya.

Keesokan harinya, hari Kamis, pergilah pula ia kegeladak kapal. Kira-kira pukul sebelas seorang diantara anak kapal “Pinta”, sebuah diantara kapal yang tiga itu berteriak dengan tiba-tiba : “Hai, lihatlah itu ada sebatang kayu, penuh dengan daun dan buah-buahan. Tentulah tak jauh dari sini ada pulau. Iapun melompatlah kedalam laut, berenang kekapal “Nani”, kapal yang ketiga, akan memberitahukan hal itu. Tetapi dikapal “Nani” itu dilihatnya orang berkerumun melihat sebuah tongkat yang berukir-ukir. Kabar baik itupun disampaikanlah kepada Columbus dikapal “Santa Maryam”.

Mendengar kabar itu sekalian isi kapal “Santa Maryam” berbesar hati. Sudah terang kepada mereka itu, bahwa ada pulau yang tak jauh lagi dari tempat itu. Tetapi bilamanakah mereka itu akan sampai kesana, akan bertemu dengan orang pulau itu?

Haripun mulailah petang. Petang berganti dengan malam. Seorangpun tak mau turun kebawah. Semuanya tinggal digeladak kapal. Lapar tak terasa lagi oleh mereka itu. Diatas geladak itulah mereka itu tertidur.

Pukul dua tengah malam terbitlah bulan dengan amat terangnya. Apakah yang kelihatan oleh penjaga kapal, jauh disebelah barat? Bukankah itu tepi daratan garis hitam yang kelihatan olehnya? Ah, alangkah bodohnya. Bukanlah tepi daratan melainkan awan yang berarak-arak sangat tebalnya. Awan itu main lama makin tinggi, akhirnya memecah dekat bulan. Makin nyata juga kelihatan olehnya.

Tiba-tiba melompatlah ia, karena kebersaran hati, dibangunkannya kawan-kawannya dan berteriak-teriak : “Hai bangun-bangun. Lihatlah itu daratan. Tak salah lagi”, sambil menunjuk kegaris hitam yang disangkanya awan tadi. Semua orang dikapal yang tiga buah itu bangunlah serta melihat kegaris hitam yang ditunjukkan penjaga itu.

Sesungguhnyalah garis hitam yang kelihatan itu daratan juga. Semuanya mereka itu berteriak-teriak karena riangnya : “Daratan, daratan, daratan.”

Dikapal “Santa Maryam” sekalian anak kapal pergi kepada nachoda Columbus, memeluk lehernya. Ada pula yang bergantung dibahunya yang lebar dan kuat itu, sehingga ia hampir jatuh. Waktu itu lupa mereka itu, bahwa yang dipeluk dan dipergantunginya itu ialah nachodanya. Air matanya berlinang-linang dimatanya, tanda kegirangan.

Columbus turun kebawah dan masuk kedalam biliknya, lalu berlutut dan menandahkan tangannya kelangit meminta syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang menyelamatkannya dalam pelayaran sampai kepulau emas yang selama ini diimpikan itu.

Besoknya pagi-pagi berdayunglah tiga orang kepantai dalam sebuah sekoci, yaitu Columbus dankedua sahabatnya.

Columbuslah yang memijak tanah lebih dahulu. Tiada berapa lamanya, kelihatanlah dari kapal bendera Spanyol berkibar-kibar ditiup angin.

Waktu itu yaitu Jum’at tanggal 12 Bulan X 2152.

Orang yang tinggal dipulau itu dinamainya orang Indian, sebab pikirannya ia sudah sampai di Indonesia, pada hal ia di Amerika ketika itu.



(Bersumber dari buku “Tjeritera Goeroe”)