Pada suatu hari berjalan-jalan sebongkah tanah dengan daun pisang dipinggir sungai. Dari pagi mereka itu meninggalkan tempatnya. Sebab sudah lamanya berjalan, lagi pula waktu itu hari amat panasnya, berhentilah mereka itu dipinggir sungai itu, dibawah sepohon kayu yang rimbun. Hari makin lama makin panas juga. Kedua mereka itupun hauslah. Sebab tak tertahan lagi hausnya, berkatalah tanah kepada daun pisang, katanya : "Hai kak daun pisang, tak tertahan lagi haus oleh hamba. Ceduklah air itu, supaya boleh kita minum! Rasakan mati hamba menahan haus ini." Daun pisang menjawab, katanya : "Tak berani hamba menceduk air itu. Kalau hamba ceduk, tentu hamba akan koyak-koyak. Ceduklah olehmu." "Hambapun tak berani," kata tanah. Kalau hamba ceduk, tentu hamba akan hancur menjadi lumpur." "Kalau kamu takut, tahanlah olehmu hausmu itu, kata daun pisang pula.
Karena tak tertahan lagi hausnya, tanah itupun merangkaklah ketepi sungai itu akan menceduk air. Tetapi baru saja ia memasukkan kakinya keair itu, iapun pecahlah dan hancur, cair menjadi lumpur, lalu mati.
Daun pisang yang berdiri ditepi sungai itu tak kasihan sedikit juga melihat kawannya. Malahan ia tertawa gelak-gelak terus menerus, sehingga hampir masuk matahari. Karena amat keras tertawa itu, tak dirasanya dan diketahuinya, bahwa badannya telah koyak-koyak.
Tiada berapa lamanya kemudian, turunlah angin yang amat kencang.
Daun pisang yang tak setia kepada kawannya itupun habislah koyak-koyak, lalu mati pula.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar