Senin, 06 Juni 2011

Lebai malang

    Dipinggir sebuah sungai tinggal seorang lebai. Lebai itu kerjanya ialah mengail disungai dengan sampannya. Kadang-kadang ada ia mendapat ikan. Tetapi acap kali juga ia tiada mendapat seekor juapun.

    Pada suatu pagi, hari Jum'at, datanglah seorang-orang dari Kampunghulu mendapatkan lebai itu. Orang itu berkata, katanya : "Tuan lebai, saya berharap, supaya tuan nanti, sesudah sembahyang Jum'at, datang kerumah saya, karena saya ada bermaksud hendak mengadakan kenduri sedikit menammatkan kaji anak saya." "Insya Allah, nanti saya datang", jawab lebai itu. Dengan bersenang hati orang Kampunghulu itupun berangkatlah, karena banyak lagi orang yang akan dipanggilnya.

    Sesudah orang itu pergi, lebai itu mengenakan pakaiannya akan pergi kerumah saudaranya.

    Baru saja ia sampai kepintu, datang pula seorang-orang yang lain kepadanya. Orang itu dari kampunghilir. Katanya : "Tuan lebai, maksud saya nanti habis sembahyang Jum'at akan kenduri sedikit, karena anak saya sulung akan dikawinkan hari ini dengan anak penghulu pasar. Saya harap betul tuan lebai akan datang. "Insya Allah, nanti saya datang", jawab lebai itu.

    Hari sudah tinggi dan waktu akan sembahyang Jum'atpun tibalah. Dengan cepat-cepat pergilah ia kemesjid.

    Sesudah sembahyang dikenakannya pakaiannya yang bagus, diambilnya serban suteranya, diberinya harum-haruman, lalu pergilah ia kepinggir sungai.

    Ditengah jalan ia selalu berpikir : "Panggilan kepada saya ada dua. Dari Kampunghulu dan Kampunghilir. Mana yang akan saya turut? Dimudik orang menyembelih kerbau dua ekor. Sebab itu biarlah saya pergi kemudik.

    Masuklah ia kedalam sampannya, lalu mendayung kemudik. Belum sampai ia ke Kampunghulu, datang pikiran yang lain kepadanya : "Kalau saya pergi kemudik, saya dapat tanduk empat buah. Dihilir orang menyembelih sapi; enak gulainya. Tentu isteri saya akan berbesar hati, kalau saja nanti membawa "berkat" yang enak pulang". Sebab itu diputarnyalah sampannya lalu berdayung kehilir.

    Belum sampai ia di Kampunghilir, teringat pula olehnya tanduk yang empat buah di Kampunghulu.

    Diputarnyalah pulalah sampannya, lalu berdayung kemudik.

    Setelah sampai ia disana, diikatnyalah sampannya dipinggir sungai itu, lalu melompat keluar dan berjalan cepat-cepat. menuju rumah orang yang berkenduri itu. Alangkah malangnya! Waktu ia sampai disana, dilihatnya orang sudah berdiri hendak pulang. Rupanya kenduri itu sudah selesai. Tak tertunggu oleh orang lagi lebai itu.

    Dengan hati yang sebal pergilah ia kembali kesungai, masuk kesampannya dan berdayung pula dengan cepat ke Kampunghilir. Sampai disana diikatkannya pula sampannya, melompat keluar dan berlari-lari kerumah orang yang memanggilnya tadi itu. Rupanya malang pula ia. Kenduri disanapun sudah habis pula. Tak seorang juga kelihatan lagi olehnya dirumah itu.

    Dengan perut yang amat lapar dan dengan hampa tangan karena lobanya pergilah ia pulang kerumahnya. Dirumah ia dimarahi pula oleh isterinya.

    Diambilnya kailnya dan nasi sebungkus beserta lauk didalam tabung bambu, lalu dibawanya kesungai. Sekarang ia hendak pergi mengail.

    Ditengah-tengah sungai itu dikekanannya kailnya. Sudah dua jam lamanya ia mengail itu, tetapi seekor ikanpun tak mau menyentuh kailnya.

    Hari sudah pukul tujuh petang. Laparnya tak tertahan-tahan lagi. Dibukanyalah bungkus nasinya dan dicobanya mengeluarkan lauk yang ada dalam tabung bambu yang dibawanya. Sudah susah payah ia mencungkil-cungkil, tetapi tak mau juga keluar. Sebab itu dibalikkannya bambu itu dan dituntung-tuntungkannya dipinggir sampan. Tiba-tiba terluncurlah lauk yang dalam tabung itu lalu jatuh kedalam air.

    Karena tak ada lauk pauknya lagi untuk pemakan nasi, pulanglah ia dengan amat laparnya dan bersusah hati.

    Amat malang lebai itu sehari itu.



( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )





Tidak ada komentar: