Selasa, 23 Oktober 2012

Ande Ande Lumut

Dari sebuah legenda berbahasa Jawa. Tersebutlah mBok Randa (perempuan janda ind.) Dadapan beserta dengan anaknya yang bernama Ande-ande Lumut. Keduanya tinggal pada tempat yang agak terpencil, disebuah areal pegunungan ditepi hutan. Seiring dengan berjalannya waktu, tentang keberadaan Ande-ande Lumut disitu, lambat-laun juga “sumebar nganti tekan ing njaban rangkah”(tersebar hingga kedaerah lain ind.). Hal tersebut bukanlah sesuatu hal yang aneh, karena Ande-ande Lumut adalah seorang pemuda yang elok rupa, pun juga yang tak bisa disangkal lagi adalah kehalusan serta keluhuran budi pekertinya.
Yang namanya Intan, walaupun bercampur dengan dedaunan, tentu akan nampak juga kemilau sinarnya.
 
Keberadaan Dusun Dadapan tersebut sangatlah terasing dari tempat pemukiman lainnya. Berbatas tebing tinggi, hutan belantara yang lengkap dengan goa dan jurangnya, serta menghadap kepada sebuah telaga yang begitu luas. Satu-satunya jalan pintas untuk menuju kesana adalah dengan menyeberangi telaga yang ditunggui oleh si Yuyu Kangkang.
 
Dari cerita-cerita yang terbawa dari orang ke orang itu, akhirnya banyaklah gadis-gadis, dara cantik, perempuan-perempuan dari berbagai daerah disekitarnya yang berkeinginan untuk menjadi pendamping hidup si Ande-ande Lumut.
 
Namun pesona yang dimiliki si Ande-ande Lumut, begitu hebat, menggoda setiap hati perempuan lawan jenisnya. Memaksa kepada mereka semua datang ke Dusun Dadapan untuk mendapatkan hati si Ande-ande Lumut.
 
Demikian juga dengan Gadis-putri cantik yang bernama Pleting Abang, Pleting Ijo, dan Pleting Biru ini. Begitu sampai ditepian telaga, mereka sudah dihadang oleh Yuyu Kangkang. Kesempatan dan peluang itu dimanfa’atkan sekali dengan akal liciknya oleh si Yuyu Kangkang. Dia mau menyeberangkan mereka, asalkan diberikan padanya suatu imbalan.
“Imbalan apakah yang kamu kehendaki, uang ataukah makanan?”, tanya mereka.
Jawab si Yuyu Kangkang : “Aku tidak butuh uang, karena disini jauh dari Mall dan Pasar, he..he..he..”
Lanjut Yuyu Kangkang : “Dan kalau dengan makanan, disinipun sudah cukup banyak makanan dan buah-buahan!!”
Tanya mereka : “Lalu…., apakah yang kamu mau?”
 
Tentang hal itu, cukup banyak diceriterakan dalam bentuk tembang  jawa, beberapa puluh tahun yang lalu, diantaranya adalah sebagai berikut :
 
Putraku si Ande-ande Lumut, tumuruna ana putri kang unggah-unggahi.
Putrine kang ayu rupane, Pleting Abang (Ijo, Biru) iku kang dadi asmane.
Bu sibu, kula mboten purun; Bu sibu, kula bade matur.
Nadyan ayu, sisane si Yuyu Kangkang.
 
Putraku si Ande-ande Lumut, tumuruna ana putri kang unggah-unggahi.
Putrine kang ala rupane, Pleting Kuning iku kang dadi asmane.
Bu sibu, kula inggih purun; Bu sibu, kula bade matur.
Nadyan ala, punika kang putra suwun.
 
Artinya kurang lebih :
Putraku Ande-ande Lumut, segera turunlah dari samadi kamu, karena ada putri yang menghendaki dirimu.
Putrinya cantik sekali, Pleting Abang (Ijo, Biru) namanya.
Ibu, saya tidak suka; Ibu, saya mau sampaikan.
Walaupun cantik, ia mudah terbujuk rayu si Yuyu Kangkang.
 
Putraku Ande-ande Lumut, segera turunlah dari samadi kamu, karena ada putri yang menghendakimu.
Putrinya jelek, Pleting Kuning namanya.
Ibu, saya suka; Ibu, saya mau sampaikan.
Walaupun jelek, itulah (putri) dambaan hamba.
 
Tentang si Pleting Abang, Pleting Ijo, dan Pleting Biru, itu sebenarnya adalah masih sesaudara dengan si Pleting Kuning. Perlu diketahui, Pleting Kuning memiliki paras yang cantik sekali. Justru dengan kecantikan yang dimilikinya itu, membuat saudara-saudaranya yang lain iri dan membencinya. Memberikan kepadanya pakaian yang jelek dan kumal, memberikan pekerjaan dan tugas lain yang berat kepadanya si Pleting Kuning, dan juga diasingkan dari percakapan/pergaulan saudara-saudaranya. Namun, justru dengan kesemuanya itu menjadikan “gemblengan” (didikan ind.) mental kepadanya, untuk lebih tegar dalam menjalani hidup ini.
 
Sebagai makhluk sosial, si Pleting Kuning pun juga mempunyai rasa ketertarikan kepada lawan jenisnya. Walaupun samar-samar beritanya, cerita tentang si Ande-ande Lumutpun akhirnya sampai pula ketelinga Pleting Kuning. Terbit juga niatan hatinya untuk mendatangi Ande-ande Lumut di- Desa Dadapan tersebut, namun begitu mendengar kegagalan ketiga kakak-kakaknya dalam memikat hati si Ande-ande Lumut, menjadikan ciut juga nyalinya untuk datang kesana.
 
Hari berganti hari, namun khayalan serta bayangan Ande-ande Lumut, datang dan datang menghantui benak pikirannya. Hingga akhirnya ia membulatkan tekad hatinya untuk datang ke Desa Dadapan. Ketika hari hampir pagi, keluarlah ia dari rumahnya, meninggalkan Ibu dan Kakak-kakaknya. Karena ia sangat yakin kalau mereka mengetahui Pleting Kuning akan pergi ke Desa Dadapan, tentulah akan dicegah dan akan dimarahi habis-habisan.
 
Kemunculan si Pleting Kuning ditepi telaga tersebut, dengan pakaian lusuh, rambut acak-acakan, serta bau tidak sedap; sangat berbeda sekali dengan Kakak-kakaknya yang berpakaian serba indah, rambut tertata sekali, serta dengan aroma bau yang harum. Sangat menjijikkan dan menjadikan amarah si Yuyu Kangkang. Lalu dengan kata-katanya yang keras : “ Hai…, siapa kamu, mendekat ketempatku ini?”
Jawab si Pleting Kuning : “Saya si Pleting Kuning!”
Selanjutnya, Yuyu Kangkangpun segera mengusirnya : “Pergi!! Kesana, pergi…. segera menjauh dari tempat ini. Cepaaat…!!”
 
Si Pleting Kuningpun segera pergi meninggalkan tepian telaga itu. Selanjutnya ia segera mengambil jalan memutar, memasuki hutan rimba belantara,untuk menuju ke Desa Dadapan.  Walaupun dengan susah payah, akhirnya si Pleting Kuning sampai juga ke Desa Dadapan. Kiranya atas kehendak yang Kuasa juga, ia bisa melalui semua halang rintang yang ada ditengah hutan belantara, serta terbebas juga dari bujuk rayu si Yuyu Kangkang. Dan... akhirnya sampai pula ia ketempat tujuannya.
 
Kami sampaikan kilas balik dari cerita perjalanan kakak-kakak Pleting kuning :
Tak kala si Ande-ande lumut lagi melakukan olah samadi ditempat ketinggian, datanglah ibunya memberi tahu bahwa ada putri-putri cantik yang datang, menyampaikan maksudnya ingin menjadi pendamping hidup bagi si Ande-ande Lumut.
 
Tetapi dari Pleting Abang, Pleting Ijo, dan Pleting Biru tersebut, kesemuanya tidak ada yang berkenan dihati si Ande-ande Lumut. Karena mereka semua sudah mudah terkena bujuk rayu si Yuyu Kangkang.
Selanjutnya, dengan berat hati, satu persatu dari mereka itupun mohon diri untuk kembali pulang ke desanya masing-masing.
 
Perlu diketahui, bahwa para orang tua dijaman itu, sejak awal sudah membekali putera-puterinya dengan keilmuan lahir dan batin. Dimaksudkan agar kelak ketika mereka dewasa nanti, sudah siap mandiri menghadapi tantangan yang ada dalam mengarungi samudra yang membawa bahtera hidupnya, kemudian hari.
Tempat terasing, ketinggian, Goa-goa sunyi, dibawah pohon beringin, adalah sebagian tempat yang disuka bagi para petapa untuk melakukan samadi, untuk mendekatkan dirinya kepada sang Pencipta. Begitu juga yang dilakukan si Ande-ande Lumut, tak kala ibunya menjelang kepada dirinya, ketika ada gadis cantik yang bertamu kepadanya.
 
Berikutnya, kembali ibunya dikejutkan dengan datangnya seorang gadis berpakaian kumal, compang-camping, rambut acak-acakan, muka kusut, serta seluruh anggota tubuh penuh goresan luka yang telah mengering dan berbau agak amis.
 
mBok Randa, bertanya : “Hai… siapa kamu, dan ada keperluan apa datang kemari?”
Pleting Kuning menjawab dengan polosnya : “Kami Pleting Kuning, datang kemari mau menghendaki putera ibu yang bernama Ande-ande Lumut!”
Dengan spontan, meninggi suara mBok Randa : “Hai.. Pleting Kuning…!!! Tidakkah berkaca dulu, sebelum kamu datang kemari!?”
“Yang cantik, rapi, kaya, dan pinter saja, masih tidak dikehendaki oleh anakku. Apalagi orang semacam kamu!’’
 
Mendengar suara melengking dari ibunya itu, yang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia mendengar suara ibunya sekeras itu. Segera si Ande-ande Lumutpun berhenti, dan kemudian menyeru dengan halus kepada ibunya : “Ibuu…!”
 
Ibunya pun segera menghampirinya, dengan penuh keheranan.
Ande-ande Lumut, berkata : “Ketahuilah Ibuku, ya perempuan kumal serta berbau amis inilah, yang hamba kehendaki!”
 
Dengan berat hati, akhirnya mBok Randapun akhirnya harus menerima keadaan tersebut. Dengan muka sambil berpaling, ia memberikan pakaian pengganti kepada si Pleting Kuning, dan menyuruh kepadanya untuk segera mandi dan merapikan diri.
Setelah Pleting Kuning berlalu dari hadapannya, kembali mBok Randa melanjutkan pertanyaannya.
 
mBok Randa, bertanya : “Sadarkah engkau, dengan memilih si Pleting Kuning itu?”
Jawab si Ande-ande Lumut : “Betul Ibu, saya sadar sepenuhnya!”
mBok Randa : “Pikirkanlah kembali, tidakkah engkau menyesal dikemudian hari?”
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . .
 
Dalam kesungguhan tanya jawab diantara keduanya, ibu dan anak, yang berlangsung seru itu, muncullah Pleting Kuning yang sudah bebersih dan merapikan diri. Walaupun hanya berbalut dengan pakaian sederhana (milik mBok Randa), namun tetaplah terpancar sinar keanggunannya; rambut berombak bak mayang mengurai, kulit kuning langsat, wajah lonjong bulat telur, dst. Melihat itu menjadikan mBok Randa tertegun, terbengong-bengong, diusap-usap kelopak matanya, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Ini seorang puteri, ataukah Bidadari …….”, ucapnya didalam hati.
 
Yang terucap dari lisan mBok randa, hanyalah kata : “Haa……h!”
 
Ande-ande Lumut mengamit lengan Pleting Kuning, untuk dipersilahkan duduk disamping dirinya. Dan kemudian…………., Ande-ande Lumutpun  mengungkapkan jatidiri dirinya yang sebenarnya.
 
Ande-ande Lumut, berkata :  “Ibu..! Ketahuilah, bahwa putramu ini sebenarnya adalah Raden Panji Asmarabangun putera mahkota Kerajaan, sedangkan si Pleting Kuning ini tak lain adalah kekasihku Dewi Sekartaji dari kerajaan Kediri.”
 
Kembali mBok Randa tersentak hatinya, tak kuasa menahan terharunya. Langsung merangkul dan menangis tersedu-sedu dipangkuan Ande-ande Lumut.
Disela tangisnya, ia berucap mohon maaf kepada Ande-ande Lumut, atas kelancangan dirinya.
mBok Randa, berucap : “Duh… Raden, maafkanlah kami yang telah lancang kepada Raden. Maafkanlah kami, Raden…….!”
 
Ande-ande Lumut, menjawab : “ Sudahlah Ibu,tidak apa-apa! Seharusnya, sayalah yang harus meminta maaf kepada Ibu, karena diwaktu itu kami tidak mengatakan yang sebenarnya tentang jatidiri saya”
 
Hari berganti hari, suasana bahagia begitu meliputi rumah mBok Randa Dadapan. Berikutnya kabar tentang keberadaannya itupun dengan cepat menyebar, dan berkicau dijejaring sosial yang memang lagi membahana diseantero kerajaan tersebut. Punggawa kerajaan yang ditugaskan untuk memanuki (mengamati, ind.) keberadaan putera kerajaan itu, pun segera melaporkan, untuk segera mengirimkan kereta penjemputan. Dengan petunjuk GPS, akhirnya mereka semua bisa mendapatkan petunjuk arah yang benar. Untuk menuju kepada koordinat Desa Dadapan, yang ditentukan.
 
Kemudian Raden Panji Asmarabangun, Dewi Sekartaji, dan mBok Randa Dadapan pun kesemuanya ikut diboyong ke kerajaan.
 
 
 
(Sebuah saduran bebas dari sebuah ceritera Ande-ande Lumut)
 
Bersumber dari berbagai media, dan :
 
Sebenarnya, cukup banyak cerita yang berkembang seputar tentang Putera Mahkota, Raden Panji Asmarabangun ini. Antara lain : Ande-ande Lumut, Puteri Dewi Anggraeni, Timun Emas, Entit, dst.
 
 
 

Tidak ada komentar: