Dari
sebuah legenda berbahasa Jawa. Tersebutlah mBok Randa (perempuan janda ind.) Dadapan beserta dengan anaknya yang bernama
Ande-ande Lumut. Keduanya tinggal pada tempat yang agak terpencil, disebuah areal
pegunungan ditepi hutan. Seiring dengan berjalannya waktu, tentang keberadaan
Ande-ande Lumut disitu, lambat-laun juga “sumebar nganti tekan ing njaban
rangkah”(tersebar hingga kedaerah lain
ind.). Hal tersebut bukanlah sesuatu hal yang aneh, karena Ande-ande Lumut
adalah seorang pemuda yang elok rupa, pun juga yang tak bisa disangkal lagi
adalah kehalusan serta keluhuran budi pekertinya.
Yang
namanya Intan, walaupun bercampur dengan dedaunan, tentu akan nampak juga
kemilau sinarnya.
Keberadaan
Dusun Dadapan tersebut sangatlah terasing dari tempat pemukiman lainnya.
Berbatas tebing tinggi, hutan belantara yang lengkap dengan goa dan jurangnya, serta menghadap kepada sebuah telaga yang begitu luas. Satu-satunya jalan pintas untuk menuju kesana adalah dengan menyeberangi telaga
yang ditunggui oleh si Yuyu Kangkang.
Dari
cerita-cerita yang terbawa dari orang ke orang itu, akhirnya banyaklah
gadis-gadis, dara cantik, perempuan-perempuan dari berbagai daerah disekitarnya
yang berkeinginan untuk menjadi pendamping hidup si Ande-ande Lumut.
Namun
pesona yang dimiliki si Ande-ande Lumut, begitu hebat, menggoda setiap hati
perempuan lawan jenisnya. Memaksa kepada mereka semua datang ke Dusun Dadapan
untuk mendapatkan hati si Ande-ande Lumut.
Demikian
juga dengan Gadis-putri cantik yang bernama Pleting Abang, Pleting Ijo, dan
Pleting Biru ini. Begitu sampai ditepian telaga, mereka sudah dihadang oleh
Yuyu Kangkang. Kesempatan dan peluang itu dimanfa’atkan sekali dengan akal liciknya oleh si
Yuyu Kangkang. Dia mau menyeberangkan mereka, asalkan diberikan padanya suatu
imbalan.
“Imbalan
apakah yang kamu kehendaki, uang ataukah makanan?”, tanya mereka.
Jawab
si Yuyu Kangkang : “Aku tidak butuh uang, karena disini jauh dari Mall dan
Pasar, he..he..he..”
Lanjut
Yuyu Kangkang : “Dan kalau dengan makanan, disinipun sudah cukup banyak makanan
dan buah-buahan!!”
Tanya
mereka : “Lalu…., apakah yang kamu mau?”
Tentang hal
itu, cukup banyak diceriterakan dalam bentuk tembang
jawa, beberapa puluh tahun yang lalu, diantaranya adalah sebagai berikut
:
Putraku si Ande-ande
Lumut, tumuruna ana putri kang unggah-unggahi.
Putrine kang ayu
rupane, Pleting Abang (Ijo, Biru) iku kang dadi asmane.
Bu sibu, kula mboten
purun; Bu sibu, kula bade matur.
Nadyan ayu, sisane si
Yuyu Kangkang.
Putraku si Ande-ande
Lumut, tumuruna ana putri kang unggah-unggahi.
Putrine kang ala
rupane, Pleting Kuning iku kang dadi asmane.
Bu sibu, kula inggih
purun; Bu sibu, kula bade matur.
Nadyan ala, punika kang
putra suwun.
Artinya
kurang lebih :
Putraku
Ande-ande Lumut, segera turunlah dari samadi kamu, karena ada putri yang
menghendaki dirimu.
Putrinya
cantik sekali, Pleting Abang (Ijo, Biru) namanya.
Ibu,
saya tidak suka; Ibu, saya mau sampaikan.
Walaupun
cantik, ia mudah terbujuk rayu si Yuyu Kangkang.
Putraku
Ande-ande Lumut, segera turunlah dari samadi kamu, karena ada putri yang
menghendakimu.
Putrinya
jelek, Pleting Kuning namanya.
Ibu,
saya suka; Ibu, saya mau sampaikan.
Walaupun
jelek, itulah (putri) dambaan hamba.
Tentang
si Pleting Abang, Pleting Ijo, dan Pleting Biru, itu sebenarnya adalah masih
sesaudara dengan si Pleting Kuning. Perlu diketahui, Pleting Kuning memiliki
paras yang cantik sekali. Justru dengan kecantikan yang dimilikinya itu,
membuat saudara-saudaranya yang lain iri dan membencinya. Memberikan kepadanya pakaian
yang jelek dan kumal, memberikan pekerjaan dan tugas lain yang berat kepadanya
si Pleting Kuning, dan juga diasingkan dari percakapan/pergaulan saudara-saudaranya. Namun, justru dengan kesemuanya itu menjadikan “gemblengan” (didikan
ind.) mental kepadanya, untuk lebih tegar dalam menjalani hidup ini.
Sebagai
makhluk sosial, si Pleting Kuning pun juga mempunyai rasa ketertarikan kepada
lawan jenisnya. Walaupun samar-samar beritanya, cerita tentang si Ande-ande
Lumutpun akhirnya sampai pula ketelinga Pleting Kuning. Terbit juga niatan
hatinya untuk mendatangi Ande-ande Lumut di- Desa Dadapan tersebut, namun
begitu mendengar kegagalan ketiga kakak-kakaknya dalam memikat hati si
Ande-ande Lumut, menjadikan ciut juga nyalinya untuk datang kesana.
Hari
berganti hari, namun khayalan serta bayangan Ande-ande Lumut, datang dan datang
menghantui benak pikirannya. Hingga akhirnya ia membulatkan tekad hatinya untuk
datang ke Desa Dadapan. Ketika hari hampir pagi, keluarlah ia dari rumahnya,
meninggalkan Ibu dan Kakak-kakaknya. Karena ia sangat yakin kalau mereka
mengetahui Pleting Kuning akan pergi ke Desa Dadapan, tentulah akan dicegah dan akan dimarahi
habis-habisan.
Kemunculan
si Pleting Kuning ditepi telaga tersebut, dengan pakaian lusuh, rambut
acak-acakan, serta bau tidak sedap; sangat berbeda sekali dengan Kakak-kakaknya
yang berpakaian serba indah, rambut tertata sekali, serta dengan aroma bau yang
harum. Sangat menjijikkan dan menjadikan amarah si Yuyu Kangkang. Lalu dengan kata-katanya yang
keras : “ Hai…, siapa kamu, mendekat ketempatku ini?”
Jawab
si Pleting Kuning : “Saya si Pleting Kuning!”
Selanjutnya, Yuyu
Kangkangpun segera mengusirnya : “Pergi!! Kesana, pergi…. segera menjauh dari tempat ini.
Cepaaat…!!”
Si
Pleting Kuningpun segera pergi meninggalkan tepian telaga itu. Selanjutnya ia
segera mengambil jalan memutar, memasuki hutan rimba belantara,untuk menuju ke
Desa Dadapan. Walaupun dengan susah
payah, akhirnya si Pleting Kuning sampai juga ke Desa Dadapan. Kiranya atas
kehendak yang Kuasa juga, ia bisa melalui semua halang rintang yang ada ditengah hutan belantara, serta terbebas juga dari bujuk rayu si Yuyu Kangkang. Dan... akhirnya sampai pula ia ketempat tujuannya.
Kami
sampaikan kilas balik dari cerita perjalanan kakak-kakak Pleting kuning :
Tak
kala si Ande-ande lumut lagi melakukan olah samadi ditempat ketinggian,
datanglah ibunya memberi tahu bahwa ada putri-putri cantik yang datang, menyampaikan
maksudnya ingin menjadi pendamping hidup bagi si Ande-ande Lumut.
Tetapi
dari Pleting Abang, Pleting Ijo, dan Pleting Biru tersebut, kesemuanya tidak
ada yang berkenan dihati si Ande-ande Lumut. Karena mereka semua sudah mudah
terkena bujuk rayu si Yuyu Kangkang.
Selanjutnya,
dengan berat hati, satu persatu dari mereka itupun mohon diri untuk kembali
pulang ke desanya masing-masing.
Perlu
diketahui, bahwa para orang tua dijaman itu, sejak awal sudah membekali putera-puterinya
dengan keilmuan lahir dan batin. Dimaksudkan agar kelak ketika mereka dewasa nanti, sudah
siap mandiri menghadapi tantangan yang ada dalam mengarungi samudra yang membawa bahtera hidupnya, kemudian hari.
Tempat
terasing, ketinggian, Goa-goa sunyi, dibawah pohon beringin, adalah sebagian
tempat yang disuka bagi para petapa untuk melakukan samadi, untuk mendekatkan
dirinya kepada sang Pencipta. Begitu juga yang dilakukan si Ande-ande Lumut,
tak kala ibunya menjelang kepada dirinya, ketika ada gadis cantik yang bertamu kepadanya.
Berikutnya,
kembali ibunya dikejutkan dengan datangnya seorang gadis berpakaian kumal,
compang-camping, rambut acak-acakan, muka kusut, serta seluruh anggota tubuh penuh
goresan luka yang telah mengering dan berbau agak amis.
mBok
Randa, bertanya : “Hai… siapa kamu, dan ada keperluan apa datang kemari?”
Pleting
Kuning menjawab dengan polosnya : “Kami Pleting Kuning, datang kemari mau
menghendaki putera ibu yang bernama Ande-ande Lumut!”
Dengan
spontan, meninggi suara mBok Randa : “Hai.. Pleting Kuning…!!! Tidakkah berkaca
dulu, sebelum kamu datang kemari!?”
“Yang
cantik, rapi, kaya, dan pinter saja, masih tidak dikehendaki oleh anakku.
Apalagi orang semacam kamu!’’
Mendengar
suara melengking dari ibunya itu, yang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia
mendengar suara ibunya sekeras itu. Segera si Ande-ande Lumutpun berhenti, dan
kemudian menyeru dengan halus kepada ibunya : “Ibuu…!”
Ibunya
pun segera menghampirinya, dengan penuh keheranan.
Ande-ande
Lumut, berkata : “Ketahuilah Ibuku, ya perempuan kumal serta berbau amis
inilah, yang hamba kehendaki!”
Dengan
berat hati, akhirnya mBok Randapun akhirnya harus menerima keadaan tersebut.
Dengan muka sambil berpaling, ia memberikan pakaian pengganti kepada si Pleting
Kuning, dan menyuruh kepadanya untuk segera mandi dan merapikan diri.
Setelah
Pleting Kuning berlalu dari hadapannya, kembali mBok Randa melanjutkan
pertanyaannya.
mBok
Randa, bertanya : “Sadarkah engkau, dengan memilih si Pleting Kuning itu?”
Jawab
si Ande-ande Lumut : “Betul Ibu, saya sadar sepenuhnya!”
mBok
Randa : “Pikirkanlah kembali, tidakkah engkau menyesal dikemudian hari?”
.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. .
Dalam
kesungguhan tanya jawab diantara keduanya, ibu dan anak, yang berlangsung seru
itu, muncullah Pleting Kuning yang sudah bebersih dan merapikan diri. Walaupun
hanya berbalut dengan pakaian sederhana (milik mBok Randa), namun tetaplah
terpancar sinar keanggunannya; rambut berombak bak mayang mengurai, kulit
kuning langsat, wajah lonjong bulat telur, dst. Melihat itu menjadikan mBok Randa
tertegun, terbengong-bengong, diusap-usap kelopak matanya, seolah tidak percaya
dengan apa yang dilihatnya. “Ini seorang puteri, ataukah Bidadari …….”, ucapnya
didalam hati.
Yang
terucap dari lisan mBok randa, hanyalah kata : “Haa……h!”
Ande-ande
Lumut mengamit lengan Pleting Kuning, untuk dipersilahkan duduk disamping
dirinya. Dan kemudian…………., Ande-ande Lumutpun
mengungkapkan jatidiri dirinya yang sebenarnya.
Ande-ande
Lumut, berkata : “Ibu..! Ketahuilah,
bahwa putramu ini sebenarnya adalah Raden Panji Asmarabangun putera mahkota
Kerajaan, sedangkan si Pleting Kuning ini tak lain adalah kekasihku Dewi
Sekartaji dari kerajaan Kediri.”
Kembali
mBok Randa tersentak hatinya, tak kuasa menahan terharunya. Langsung merangkul
dan menangis tersedu-sedu dipangkuan Ande-ande Lumut.
Disela
tangisnya, ia berucap mohon maaf kepada Ande-ande Lumut, atas kelancangan
dirinya.
mBok
Randa, berucap : “Duh… Raden, maafkanlah kami yang telah lancang kepada Raden.
Maafkanlah kami, Raden…….!”
Ande-ande
Lumut, menjawab : “ Sudahlah Ibu,tidak apa-apa! Seharusnya, sayalah yang harus
meminta maaf kepada Ibu, karena diwaktu itu kami tidak mengatakan yang
sebenarnya tentang jatidiri saya”
Hari
berganti hari, suasana bahagia begitu meliputi rumah mBok Randa Dadapan.
Berikutnya kabar tentang keberadaannya itupun dengan cepat menyebar, dan berkicau
dijejaring sosial yang memang lagi membahana diseantero kerajaan tersebut.
Punggawa kerajaan yang ditugaskan untuk memanuki (mengamati, ind.) keberadaan putera kerajaan itu, pun segera
melaporkan, untuk segera mengirimkan kereta penjemputan. Dengan petunjuk GPS,
akhirnya mereka semua bisa mendapatkan petunjuk arah yang benar.
Untuk menuju kepada koordinat Desa Dadapan, yang ditentukan.
Kemudian
Raden Panji Asmarabangun, Dewi Sekartaji, dan mBok Randa Dadapan pun kesemuanya
ikut diboyong ke kerajaan.
(Sebuah
saduran bebas dari sebuah ceritera Ande-ande Lumut)
Bersumber
dari berbagai media, dan :
Sebenarnya,
cukup banyak cerita yang berkembang seputar tentang Putera Mahkota, Raden
Panji Asmarabangun ini. Antara lain : Ande-ande Lumut, Puteri Dewi Anggraeni,
Timun Emas, Entit, dst.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar