Rabu, 08 Juni 2011

Kalau bodoh serta sombong pula ..........

    Ditepi jalan besar Brontokusuman adalah sebuah rumah. Tak jauh dari rumah itu ada sebuah danau. Airnya jernih dan kehijau-hijauan warnanya. Didalamnya tampak berpuluh-puluh ikan gurami berenang-renang kian kemari.

    Disebelah rumah itu ada dua buah kandang kecil. Sebuah kandang ayam dan sebuah kandang angsa. Tiap-tiap hari bermain-mainlah angsa itu dengan anak-anaknya didalam danau itu. Senang benar hati mereka itu bermain-main dan bersenda gurau.

    Pada suatu hari ada seekor induk ayam dengan lima ekor anaknya berjalan-jalan ditepi danau itu. Setelah dilihat oleh anak-anak ayam kepandaian anak-anak angsa itu berenang, amatlah inginnya hendak turut berenang. Diantaranya seekor yang sangat ingin benar. tetapi pada hari itu ia diam-diam saja.

    Pada waktu senja berkumpullah anak-anak ayam itu dibawah sayap induknya. Meraka itu asyik bercakap-cakap dan tertawa-tawa. Yang seekor itu berkata, katanya : "Ah, lebih baik aku pergi kepada induk angsa itu. Pada pikiranku hidupnya lebih senang dari pada kita. Rupanya bagus dan tampan, lagi pandai berenang-renang dalam danau. Bangsa kita tempatnya bermain tak lain dari tempat sampah ketempat sampah".

    Mendengar cakap anaknya itu induk ayam menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu katanya : "Hai anakku, benar juga katamu itu. Angsa itu lebih besar badannya dari kita dan pandai berenang. Tetapi bangsa ayam takkan dapat jadi angsa, sebab berlainan bangsa. Laku dan tabiatnyapun berlainan. Jika kita bergaul dengan dia, susah juga kita akhirnya".

    Anak ayam itu diam saja. Tetapi dalam hatinya ia berkata : "Ah, orang tua ini tak tahu apa-apa. Ia pandai melarang saja. Yang baik itu buruk juga padanya. Kalau aku sudah masuk kaum angsa nanti, baru dia tahu".

    Keesokan harinya anak ayam seekor itu pergilah dengan diam-diam kepada angsa. Setelah bertemu diceriterakannyalah maksudnya hendak masuk jadi angsa itu.

    Induk angsa girang benar mendengar kehendak anak ayam itu. Maka diterimanyalah jadi anak angkatnya.

    "Ha, sekarang aku sudah masuk bangsa angsa", pikir anak ayam itu dalam hatinya dengan girang. Iapun pergilah kedekat saudara-saudara angkatnya bermain-main. Tetapi seekorpun anak angsa itu tak ada yang menegurnya. Mereka itu bermain besenang-senang dalam danau, ia sendiri terpencil ditepi. Makanpun tiada dicarikan oleh induknya; karena itu perutnya amat lapar. Setelah hari malam iapun turut juga bersama-sama. Malam itu ia menggigil kedinginan, maka dimintanya selimut kepada induk angkatnya, tetapi tidak diberinya.

    Maka teringatlah ia akan ibu kandungnya yang sangat sayang kepadanya. Kalau lapar dicarikannya makanan; kalau dingin diselimutinya dengan bulunya yang hangat. Iapun menangis dan pergi kesudut kandang. Kadang-kadang ia menciap-ciap karena tak tahan dinginnya.

    "Tutup mulutmu!" hardik seekor angsa dekatnya.

    Anak ayam itu diamlah dengan takutnya. Semalam-malaman itu ia tak tertidur. Seluruh badannya kaku sebab kedinginan.

    Ayam jantan mulai berkokok, murai berkicau dipohon kayu, dijalan raya kelihatan orang lalu lintas. Hari sudah siang.

    Setelah pintu kandang terbuka, dengan segera anak ayam itu meninggalkan tempat yang celaka itu. Ia pergi mencari induk kandungnya. Setelah bertemu, induknya menegur, katanya : "Ha, datang kamu anakku?"

    "Apa kabar, adikku?" tanya saudara-saudaranya pula.

    "Ampun, ibu!" tangis anak ayam itu. "Sungguh aku ini anak yang bodoh dan sombong, lagi durhaka kepada ibu. Karena hendak menjadi angsa, saya tinggalkan ibu yang baik. Sengsara dan penghinaan jugalah yang kuterima. Ampunilah aku ibu! Ciap! ciap ciap! ..........!"

    "Sudahlah anakku, jangan menangis!" bujuk induknya. "Dosamu telah ibu ampuni. Sekarang ingatlah, anak ayam tak mungkin jadi anak angsa, ia akan tinggal ayam juga. Sebab itu senangkanlah hatimu jadi anak ayam saja".




( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )






Tidak ada komentar: