Tersebutlah pada zaman dahulu tujuh orang anak perempuan yang tiada beribu-bapak lagi. mereka itu diam dalam sebuah rumah yang besar, pusaka dari orang tuanya. Diantara ketujuhnya hanya seorang yang amat baik budi bahasanya, lagi sabar dan rajin. Anak itu ialah si Bungsu, yakni yang kecil sekali. Karena itu banyaklah orang kasih sayang kepadanya. Melihat itu saudara-saudaranya iri hatinya. Maka adiknya itu diazabnya bekerja dari pagi sampai petang tak berhenti-henti. Mereka hanya bersenda gurau saja sepanjang hari. Meskipun demikian si Bungsu tiadalah berkecil hati. Ia bekerja dengan girang dan gembira.
Pada suatu hari si Bungsu pergi mandi kesungai, tak jauh dari rumahnya. Sedang ia mandi, berenanglah seekor ikan emas berkelilingnya. Jinak benar ikan itu. Si Bungsu sangat suka-cita melihatnya. Ikan itu ditangkapnya dengan mudah, lalu dibawanya pulang dan dilepaskannya kedalam kolam dihalaman rumahnya.
Tiap-tiap pagi dan petang ikan itu diberinya makan dan peliharanya baik-baik. Jika pekerjaannya sudah selesai, bermain-mainlah ia dengan ikannya itu. Melihat perbuatan si Bungsu itu, keenam kakaknya iri pula hatinya. Maka bermupakatlah mereka itu hendak mencuri ikan adiknya itu.
Keesokan harinya, ketika si Bungsu pergi kepekan membeli sayur-sayuran, ikannya ditangkap oleh keenam kakaknya, lalu dibakarnya dan kemudian dimakannya bersama-sama; tulangnya disembunyikan dibalik dapur.
Sepulang si Bungsu dari pekan, pergilah ia kekolam hendak memberi makan ikannya. Tetapi alangkah herannya, waktu dilihatnya ikannya tak ada lagi. Maka syaklah hatinya, bahwa ikannya itu dicuri oleh kakak-kakaknya. Hatinya amatlah sedih dan pilu. Air matanya jatuh berderai-derai. Tetapi kesedihannya itu tidak diperlihatkannya kepada kakak-kakaknya.
Ketika ia menyapu dibelakang dapur, bertemulah olehnya tulang-tulang ikannya itu. Maka makin sedihlah hatinya mengenangkannya. Tulang-tulang itu dikumpulkannya dan dikuburkannya disebelah rumahnya.
Beberapa hari kemudian dengan kodrat Yang Mahakuasa, tumbuhlah sepohon anak kayu diatas kuburan tulang ikan itu. Anak kayu itu lekas sekali besar serta tingginya. Daunnya sangat indah rupanya, putih berkilat-kilat sebagai perak; buahnya kuning gilang-gemilang sebagai emas. Ganjilnya pula buah pohon itu tak seorang juga dapat memetiknya, lain dari si Bungsu sendiri.
Pada suatu hari berhembuslah angin yang kencang. Maka berterbanganlah daun pohon si Bungsu itu kemana-mana ditiup angin. Beberapa helai diantaranya jatuh kedalam taman bunga putera raja dalam negeri itu. Pada ketika itu putera raja sedang berjalan-jalan dalam taman itu. Amatlah heran baginda melihat daun kayu yang sangat indah itu. Pada pikirnya : Betapalah akan indahnya pohon kayu itu dan betapa pula indahnya taman tempat tumbuhnya! Maka amatlah rindu baginda hendak mengetahui, dimanakah pohon itu tumbuh.
Maka dititahkan baginda seorang hulubalang akan mencari pohon itu. Hulubalang itu bermohon, lalu berangkat.
Beberapa lamanya berjalan, kembalilah ia. Maka diceriterakanyalah, bahwa pohon itu tumbuh dalam pekarangan seorang dusun.
Mendengar itu putera raja berangkatlah kesana hendak melihat pohon itu. Alangkah tercengang baginda melihat buahnya yang berkilau-kilauan sebagai emas. Maka dititahkan baginda hulubalang itu mengambilnya, tetapi seorangpun tiada yang sanggup. Akhirnya dijanjikan baginda, barang siapa yang dapat mengambil buah itu akan diberi hadiah yang besar. Akan tetapi tak ada seorang juga yang dapat mengambilnya. Sudah habis segala isi dusun itu, baik laki-laki, maupun perempuan, baik besar atau kecil mencobakan kepandaiannya, tetapi sia-sia saja semuanya. Begitulah juga dengan keenam kakak si Bungsu. Mereka berebut-rebut hendak memanjat, tetapi sia-sia saja. Hanya tinggal si Bungsu seorang saja yang belum mencoba. Ketika ia dititahkan mengambil buah itu, maka dipanjatnyalah dengan mudahnya, lalu buah itu dipersembahkannya kepada putera raja itu. Putera raja sangatlah suka-citanya, lalu ditanyakan baginda kepada si Bungsu, apa yang dikehendakinya. Tetapi si Bungsu tiadalah berkehendak apa-apa, hanyalah minta diperlindungi rajanya saja dari pada siksa dan aniaya saudara-saudaranya.
Melihat budi bahasa si Bungsu yang baik itu, tertariklah hati putera raja itu. Maka dimintanyalah si Bungsu tinggal diistana, supaya dipeliharanya dengan baik-baik dan jangan disiksa juga oleh saudara-saudaranya.
Si Bungsu tinggallah diistana raja dan akhirnya ia diambil oleh putera raja akan menjadi permaisuri baginda.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar