Senin, 27 Juni 2011

Kelurusan hati juga yang kekal

    Si Yusuf seorang anak yang miskin. Ia baru berumur tujuh tahun. Orang tuanya sudah kira-kira dua tahun meninggal dunia. Semenjak itu ia dipelihara oleh seorang tukang penjual kue! Setelah si Yusuf besar sedikit, disuruhnya tiap hari berjaja kue masuk kampung keluar kampung. Jarang benar jualannya kembali pulang. Selalu habis semuanya. Sayang sekali induk semangnya itu seorang yang tamak. Kerajinan si Yusuf tak dihargainya.

    Kalau ia pulang dari berjaja, selalu saja ada yang akan disuruh kerjakannya; menimba air, mencuci piring, menolong membuat kue dan sebagainya. Tak ada sedikit juga waktu baginya untukbermain-main. Kadang-kadang tengah malam ia baru tidur.

    Pada suatu hari keluar pula ia, menjajakan jualannya. "Goreng Pisaaaang! Goreng pisang! Lepat Bugiiis! Lepat Bugis! Kue mangkuk ........ hangat hangat!"

    Sungguhpun ia serajin itu, tak kurang juga ia kena pukul, tampar dan tempeleng. Rasa tak akan tertahan olehnya lagi tinggal disana. Tetapi akan lari dari situ, takut pula ia. Induk semangnya acapkali berkata, bahwa ia akan ditangkap polisi, kalau ia lari. Si Yusuf takut benar kepada polisi. Takut ia akan dipukul dan dimasukkan penjara.

    Pada suatu hari si Yusuf menjual kue-kuenya dekat sebuah sekolah. Setelah kue-kuenya habis terjual, duduklah ia ditepi jalan, melihat kepada anak-anak yang sedang bermain-main dengan riangnya dihalaman sekolah. Makin lama dipandangnya makin iba hatinya.

    "Ah, alangkah senangnya hati anak-anak itu!", katanya seorang diri. "Bermain bersuka-sukaan, tak ada yang memaki atau memukul. Pakaiannya bersih, rupanya elok, ilmupun dapat pula ..... Jika saja ....." Tiada berapa lama kemudian, iapun pulanglah.

    Pada suatu pagi, ketika si Yusuf lalu dihadapan rumah tuanku Demang menjunjung jualannya, tampaklah olehnya suatu benda terletak ditepi jalan. Benda itu didekatinya. Kiranya sebuah dompet. Waktu dibukanya dompet itu, dilihatnya berlipat-lipat uang kertas didalamnya. Siapakah yang punya? Akan diambilnyakah, atau akan dikembalikannya? "Kalau saya ambil, tentulah itu mencuri namanya", pikirnya dalam hatinya. Dalam ia termenung memikirkan hal itu tiba-tiba dilihatnya seorang polisi. Polisi itu dikejarnya dan setelah dapat, diberikannya dompet itu, Polisi itu terbelalak matanya melihat dompet yang penuh berisi uang kertas itu. Maka ditanyakannya nama dan tempat tinggal si Yusuf. Setelah diceriterakan si Yusuf dengan jelas semuanya, polisi itu masuk kekantor tuanku Demang dan si Yusuf terus berjalan menjajakan kue-kuenya.

    Pada petangnya si Yusuf dipanggil oleh pembesar negeri itu. Alangkah takutnya si Yusuf, waktu mendengar kabar itu! Akan dimengapakan dia? Akan dihukum atau dikurung, karena mendapat uang itu?

    Setelah ia sampai, tuanku Demang bertanya : "Betulkah engkau yang mendapat uang ini?

    Si Yusuf memandang kepada dompet itu, lalu jawabnya : "Benar, tuanku". Si Yusuf menceriterakan kejadian itu. Setelah didengar oleh tuanku Demang, ia tersenyum-senyum dan mengangguk-angguk, lalu katanya : "Engkau anak yang lurus hati, Yusuf. sebab itu engkau patut dapat balasan yang baik. Nah, terimalah pemberianku ini, sebab akulah yang punya uang itu".

    Si Yusuf diam saja. Tak mau ia mengambil uang itu. Tuanku Demang heran, lalu katanya : "Apakah sebabnya engkau tak mau mengambil uang itu? Atau tak cukup banyaknya?"

    "Bukan tak cukup, tuan," jawab si Yusuf. "Tetapi paedahnya tak ada kepada hamba. Uang itu tentu akan diambil oleh induk semang hamba. Dan boleh jadi pula disangkanya hamba menerima lebih banyak lagi dari ini; tentu hamba akan dipaksa dan dipukulinya menyuruh memberikan yang lain itu. Induk semang hamba itu pemarah benar, tuan. Hamba tiada lagi beribu bapa. Keduanya sudah meninggal, waktu hamba berumur lima tahun.

    Tuanku Demang kasihan melihat si Yusuf, lalu dijadikannya anak angkatnya.

    Ketika tuanku Demang mengetahui, bahwa siYusuf ingin benar hendak bersekolah, maka dimasukkanlah ia kesekolah bersama-sama dengan anaknya.

    Si Yusuf memperlihatkan kerajinannya, sehingga akhirnya ia jadi murid yang terpandai dikelasnya.

    Keluar dari sekolah ia dapat pekerjaan yang baik.

    Kebaikan tuanku Demang itu tak dilupakannya selama-lamanya.



( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )



   

Tidak ada komentar: