Pada zaman dahulu Sultan Bagdad pergi kenegeri Mesir. Maksud baginda akan melihat-lihat negeri itu. Sampai disana baginda menyuruh panggil sekalian ulama-ulama besar.
Setelah ulama itu datang menghadap, baginda bertitah, sabdanya: "Hai tuan-tuan sekalian, kita mendengar kabar, bahwa disini banyak ilmu yang ganjil-ganjil dan gaib-gaib. benarkah kabar itu?"
Sembah ulama-ulama itu dengan sukacita: " Daulat tuanku ampun, ada jugalah sekedarnya".
Titah sultan : "Jika demikian, kita hendak bertanya sedikit. Tetapi pertanyaan kita ini dilakukan dengan isyarat dan hendaklah dijawab pula dengan isyarat".
Sembah ulama-ulama itu: "Daulat tuanku, apakah gerangan pertanyaan tuanku itu?"
Titah sultan: "Beginilah pertanyaan kita!" Baginda menunjukkan telunjuk baginda sebuah. Kemudian dua buah jari. Sudah itu sultan menunjukkan semua jari baginda.
"Nah, itulah pertanyaan kita, yang minta dijawab", titah sultan.
Sekalian ulama-ulama tepekur. Seorang pun tiada yang dapat menjawabnya. Maka berdatang sembahlah seorang ulama yang tertua, sembahnya: "Harap diampun tuanku, beri tangguhlah patik sekalian barang tujuh hari lamanya akan memikirkan pertanyaan tuanku itu!"
Titah sultan: "Baiklah! Akan tetapi jika waktu itu tuan-tuan tidak memberi jawabnya, maka tidak ada ampunnya lagi. Kepala tuan-tuan akan kita suruh pancung".
Sekalian ulama-ulama itu pulanglah dengan susah hatinya.
Hari yang keenam belum juga dapat oleh mereka itu menjawab pertanyaan raja itu. Sekalian ulama itu sangatlah susah hatinya. Tentulah sekalian mereka itu akan disuruh pancung oleh sultan.
Kabar itu pecahlah dalam seluruh negeri Mesir; ulama-ulama negeri itu akan dipancung sultan. Isi negeri menjadi gemparlah. Kabar itu terdengar oleh seorang anak gembala kambing. Maka pergilah ia kepada ulama-ulama itu akan menanyakan soal itu. Maka diceriterakanlah oleh ulama-ulama itu.
Kata gembala kambing sambil tersenyum: "Sudahkah dapat oleh tuan jawabnya itu?"
Ujar ulama-ulama itu: "Belum, itulah yang kami susahkan. Jika tak dapat sampai besok, pastilah kepala kami akan disuruh pancung oleh sultan".
Kata anak gembala itu: "Kalau begitu, janganlah tuan-tuan bersusah hati. Besok sayalah yang akan menjawab pertanyaan baginda itu".
Mendengar itu sangatlah girang hati ulama-ulama itu.
Keesokan harinya datanglah ulama-ulama itu bersama-sama dengan gembala kambing itu menghadap sultan.
Titah sultan: "Hai tuan-tuan, sudah dapatlah dijawab pertanyaan kita itu?"
Sembah ulama-ulama: "Daulat tuanku, inilah orangnya yang akan menjawab pertanyaan tuanku itu".
Titah baginda: "Baiklah!" lalu sultan memandang kepada gembala kambing itu. Ulama-ulama itu cemas juga rasa hatinya, kalau-kalau gembala kambing itu tak dapat menjawab. Tetapi gembala itu duduk tenang saja, tak kelihatan gentar dan takutnya.
Ketika sultan mengangkat telunjuk, gembala kambing menganggukkan kepalanya dengan hormat. Kemudian baginda mengangkat dua buah jarinya dan gembala kambing mengangguk juga dengan hormat.
Ketika sultan mengangkat semua jari baginda, gembala itu melompat, sambil merentakkan kakinya dilantai. Matanya dibelalakkannya dan tinjunya diacukannya kemuka sultan. Ulama-ulama itu sangatlah terkejut melihat tingkah gembala itu, tetapi sultan tiadalah murka, melainkan tersenyum karena suka-citanya.
Kemudian sultan bertitah, sabdanya: "Sesungguhnyalah orang di Mesir ini tinggi ilmunya, dapat menerka pertanyaan yang gaib-gaib".
Lalu dititahkan sultan akan memberi hadiah kepada gembala itu uang emas amat banyaknya.
Sekalian ulama-ulama dan orang yang hadir heran sekaliannya melihat kecerdikan gembala itu. Tetapi apakah gerangan artinya jawab gembala itu, sehingga sultan sangat bersenang hati? Kalau melihat tingkahnya menggertak-gertak dan mengancam baginda dengan tinjunya, sepatutnya ia dihukum bakar.
Setelah sekaliannya keluar dari penghadapan, berkata ulama-ulama itu kepada gembala itu, katanya: "Hai, gembala apakah artinya sekalian tingkahmu tadi itu?"
Ujar gembala itu sambil tertawa: "Ah, itu mudah saja. Ketika baginda menunjukkan jari sebuah, artinya baginda meminta kambing saya seekor. Saya mengangguk menyatakan baik. Ketika baginda menunjukkan jari dua buah, maksudnya baginda meminta kambing saya dua ekor. Saya mengangguk juga. Tetapi ketika baginda menunjukkan jari baginda semuanya, marahlah saya, sebab saya tak mau memberikan kambing saya sekaliannya".
Ulama itu heran ternganga-nganga semuanya mendengar jawab anak gembala itu. Anak gembala itu pulanglah dengan suka hatinya mendapatkan kambingnya, membawa uang emas sepura penuh.
( bersumber dari buku "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar