Pada suatu malam hujan turun sangat lebatnya. Waktu itu hari gelap gulita. Si Elok duduk dimuka tingkap pondoknya. Ketika itu tampak olehnya lentera oto didalam hujan lebat itu. Oto itu rupanya hendak pergi keseberang. Tiba-tiba cahaya lentera itu hilang lenyap dan keseberang pun oto itu tiada tampak.
Si Elok terkejut. "Kemanakah oto itu?" pikirnya. "Rusakkah atau kecelakaan?"
Diluar hujan dan angin menderu-deru, ditambah pula oleh bunyi air bah.
"Jembatan runtuh!" kata si Elok sambil berdiri. Tak mungkin lentera oto itu padam tiba-tiba saja.
Ia memandang kepada ibunya yang sedang berbaring. Bimbang ia rupanya. Tetapi hanya seketika saja. Maka diambilnya lentera yang tergantung dekat tiang, dan sehelai sarung tua ibunya. Ia turun kehalaman dalam hujan lebat dan angin topan itu. Sebentar saja selubungnya sudah basah kuyup. Tetapi ia terus juga berjalan. Meskipun jembatan itu tidak berapa jauh dari pondoknya, lama juga ia baharu sampai.
Tak salah
terkanya. Jembatan itu runtuh oleh hujan yang sangat lebat itu. Dipangkal jembatan
itu diangkatnya lentera tinggi-tinggi, lalu menengok kedalam lurah yang dalam
itu. Tetapi suatu pun tiada kelihatan. Si Elok berseru sekeras-kerasnya :
“Haaai..., siapa yang jatuh?”
Ketika itu
terdengar olehnya suara orang mengerang, mengeluh lambat-lambat,karena
kesakitan. Maka dibulatkannya matanya memandang ketempat yang gelap itu. Tak
jauh dibawah jembatan itu tampak olehnya seorang setengah tua tersepit dalam
otonya.
Ketika si Elok
tampak olehnya, ia berkata dengan suara putus-putus : "Siapa itu? Pergilah kekota, minta tolong! Beri tahukan kecelakaan ini! Pergilah lekas, supaya jangan bertimbun-timbun mayat disini! Pergilah! Allah akan membalas jasamu nanti!"
"Tidakkah perlu bapak saya tolong dahulu?" tanya si Elok dengan bimbang.
"Untuk sementara tidak perlu. Lagi pula engkau tak kan kuat menolong bapak, sebab bapak tak dapat berdiri, karena kaki bapak patah agaknya. Pergilah lekas, supaya bapak lekas dapat pertolongan dan oto-oto yang lain jangan terjatuh pula".
Maka diikutinyalah jalan kekota dalam hujan lebat dan angin topan itu. Alangkah susahnya ia berjalan menyongsong angin dan hujan! Sebagai merangkak ia selangkah-selangkah lakunya. Lenteranya disembunyikannya dibalik selubungnya supaya jangan mati ditiup angin. Beberapa kali ia jatuh tersungkur, karena didorong angin, tetapi ia berdiri kembali dan berjalan pula.
Tiba-tiba lenteranya padam ditiup angin topan yang keras. Si Elok sangat terkejut dan ketakutan. Kemanakah ia akan meraba-raba dalam gelap gulita itu? Rumah sebuah pun tak ada dekat itu. Maka merangkaklah ia sedapat-dapatnya. Akhirnya hampir tengah malam sampailah ia kekota. Didepan sebuah kantor polisi ia tersungkur jatuh, karena kelelahan. Polisi datang mendapatkannya dan mengangkatnya kedalam.
"Disana jembatan runtuh!" ujar si Elok dengan suara lemah. "Ada orang jatuh dengan otonya". Sesudah berkata itu ia terdiam, ia tidak ingatkan dirinya lagi (pingsan).
Ketika siuman, dilihatnya orang banyak berdiri sekelilingnya.Didekatnya terbaring seorang tua diatas tandu.
"Hai Elok!" kata kepala polisi. "Engkau telah berbuat jasa yang besar. Karena keberanian dan kekerasan hatimu, terhindar bahaya yang amat besar. Jika engkau tidak datang memberi kabar, entah berapa banyaknya manusia yang menjadi korban! Tuan Haji Abdulkarim inipun tidak akan tertolong. Sebab itu kami tidak akan melupakan jasamu itu".
Si Elok heran juga mendengar puji-pujian itu. Karena pada pikirnya, perbuatannya itu hal biasa saja. Malam itu juga ia diantarkan polisi kepondoknya. Pakaiannya diganti dengan yang baik dan hangat.
Adapun orang yang kecelakaan itu, ialah saudagar kaya dikota. Betapa terima-kasihnya kepada si Elok tak dapat diperikan. Ketika didengarnya si Elok anak seorang janda miskin, timbullah hati kasihannya, lalu dimintanya anak dan ibu itu tinggal bersama-sama dengan dia. Si Elok dipeliharanya sebagai anaknya sendiri, diserahkannya kesekolah dan dididiknya baik-baik.
Sejak itu si Elok, gadis kecil yang berani itu, senanglah hidupnya dengan ibunya. Akhirnya ia jadi seorang gadis yang beruntung.
(Bersumber dari buku "Tjeritera Goeroe")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar