Selasa, 19 April 2011

Gadis yang berani

    Ditepi sebuah sungai yang besar dan lebar, ada sebuah pondok kecil. Dalam pondok itu diam seorang janda yang sudah tua dengan seorang anaknya perempuan, si Elok namanya. Dekat pondok mereka itu ada sebuah jembatan. Malam hari acap kali si Elok duduk didepan tingkap pondoknya menengok keseberang jembatan itu akan melihat oto-oto/mobil yang lalu/lewat. Amat bagus lampunya kelihatan menyinari hutan-hutan dan belukar.

    Pada suatu malam hujan turun sangat lebatnya. Waktu itu hari gelap gulita. Si Elok duduk dimuka tingkap pondoknya. Ketika itu tampak olehnya lentera oto didalam hujan lebat itu. Oto itu rupanya hendak pergi keseberang. Tiba-tiba cahaya lentera itu hilang lenyap dan keseberang pun oto itu tiada tampak.

    Si Elok terkejut. "Kemanakah oto itu?" pikirnya. "Rusakkah atau kecelakaan?"


    Diluar hujan dan angin menderu-deru, ditambah pula oleh bunyi air bah.
    
    "Jembatan runtuh!" kata si Elok sambil berdiri. Tak mungkin lentera oto itu padam tiba-tiba saja.

    Ia memandang kepada ibunya yang sedang berbaring. Bimbang ia rupanya. Tetapi hanya seketika saja. Maka diambilnya lentera yang tergantung dekat tiang, dan sehelai sarung tua ibunya. Ia turun kehalaman dalam hujan lebat dan angin topan itu. Sebentar saja selubungnya sudah basah kuyup. Tetapi ia terus juga berjalan. Meskipun jembatan itu tidak berapa jauh dari pondoknya, lama juga ia baharu sampai.

    Tak salah terkanya. Jembatan itu runtuh oleh hujan yang sangat lebat itu. Dipangkal jembatan itu diangkatnya lentera tinggi-tinggi, lalu menengok kedalam lurah yang dalam itu. Tetapi suatu pun tiada kelihatan. Si Elok berseru sekeras-kerasnya : “Haaai..., siapa yang jatuh?”

    Ketika itu terdengar olehnya suara orang mengerang, mengeluh lambat-lambat,karena kesakitan. Maka dibulatkannya matanya memandang ketempat yang gelap itu. Tak jauh dibawah jembatan itu tampak olehnya seorang setengah tua tersepit dalam otonya.

    Ketika si Elok tampak olehnya, ia berkata dengan suara putus-putus : "Siapa itu? Pergilah kekota, minta tolong! Beri tahukan kecelakaan ini! Pergilah lekas, supaya jangan bertimbun-timbun mayat disini! Pergilah! Allah akan membalas jasamu nanti!"

    "Tidakkah perlu bapak saya tolong dahulu?" tanya si Elok dengan bimbang.

    "Untuk sementara tidak perlu. Lagi pula engkau tak kan kuat menolong bapak, sebab bapak tak dapat berdiri, karena kaki bapak patah agaknya. Pergilah lekas, supaya bapak lekas dapat pertolongan dan oto-oto yang lain jangan terjatuh pula".

    Si Elok termenung seketika. Kekota? Kuatkah ia berjalan sejauh itu? Dalam hujan lebat dan angin topan itu. Dalam gelap gulita yang mengerikan hati, lima belas kilometer jauhnya? Tetapi jika tiada pergi bagaimanakah akan jadinya dengan orang yang kecelakaan itu? Dan bagaimana pula dengan oto-oto yang akan lalu disana nanti? Tiada lama si Elok berpikir. Lekas ditetapkan hatinya akan pergi.

    Maka diikutinyalah jalan kekota dalam hujan lebat dan angin topan itu. Alangkah susahnya ia berjalan menyongsong angin dan hujan! Sebagai merangkak ia selangkah-selangkah lakunya. Lenteranya disembunyikannya dibalik selubungnya supaya jangan mati ditiup angin. Beberapa kali ia jatuh tersungkur, karena didorong angin, tetapi ia berdiri kembali dan berjalan pula.

    Tiba-tiba lenteranya padam ditiup angin topan yang keras. Si Elok sangat terkejut dan ketakutan. Kemanakah ia akan meraba-raba dalam gelap gulita itu? Rumah sebuah pun tak ada dekat itu. Maka merangkaklah ia sedapat-dapatnya. Akhirnya hampir tengah malam sampailah ia kekota. Didepan sebuah kantor polisi ia tersungkur jatuh, karena kelelahan. Polisi datang mendapatkannya dan mengangkatnya kedalam.

    "Disana jembatan runtuh!" ujar si Elok dengan suara lemah. "Ada orang jatuh dengan otonya". Sesudah berkata itu ia terdiam, ia tidak ingatkan dirinya lagi (pingsan).


    Ketika siuman, dilihatnya orang banyak berdiri sekelilingnya.Didekatnya terbaring seorang tua diatas tandu.

    "Hai Elok!" kata kepala polisi. "Engkau telah berbuat jasa yang besar. Karena keberanian dan kekerasan hatimu, terhindar bahaya yang amat besar. Jika engkau tidak datang memberi kabar, entah berapa banyaknya manusia yang menjadi korban! Tuan Haji Abdulkarim inipun tidak akan tertolong. Sebab itu kami tidak akan melupakan jasamu itu".

    Si Elok heran juga mendengar puji-pujian itu. Karena pada pikirnya, perbuatannya itu hal biasa saja. Malam itu juga ia diantarkan polisi kepondoknya. Pakaiannya diganti dengan yang baik dan hangat.

    Adapun orang yang kecelakaan itu, ialah saudagar kaya dikota. Betapa terima-kasihnya kepada si Elok tak dapat diperikan. Ketika didengarnya si Elok anak seorang janda miskin, timbullah hati kasihannya, lalu dimintanya anak dan ibu itu tinggal bersama-sama dengan dia. Si Elok dipeliharanya sebagai anaknya sendiri, diserahkannya kesekolah dan dididiknya baik-baik.

    Sejak itu si Elok, gadis kecil yang berani itu, senanglah hidupnya dengan ibunya. Akhirnya ia jadi seorang gadis yang beruntung.

(Bersumber dari buku "Tjeritera Goeroe")

Tidak ada komentar: