Selasa, 31 Mei 2011

Paedahnya berkata benar


    Si Amin bermain bola dengan kawan-kawannya didepan sebuah toko. Malang akan tiba kaca jendela itu kena bola, lalu pecah.

    “Min, lekas lari, Min!” seru kawan-kawannya, lalu lari semuanya.

    “Saya tak akan lari”, Jawab si Amin dengan kuma pucat.

    “Alangkah bodohnya engkau ini! Nanti engkau ditangkap oleh yang punya toko. Boleh jadi juga engkau ditamparnya atau dibawa kekantor polisi”.

    “Kalau kita bersalah, kemana juga lari, akan dapat dicarinya”, jawab si Amin. Tetapi ketika itu ia amat takut.

    Tiba-tiba pintu toko terbuka dan yang punya keluar. Mukanya merah padam karena marah.

    “Siapa yang melempar?” katanya dengan suara keras, sambil menunjuk kaca jendela yang pecah itu. “Siapa yang punya perbuatan ini?” serunya lagi. “Kemana kawan-kawanmu?”

    Si Amin berkata dengan suara gemetar, katanya : “Bukan perbuatan kawan-kawan saya, tuan! Itu kesalahan saya”.

    “Jadi engkau yang memecahkan? Berani benar engkau berkata demikian dihadapanku”. Yang punya toko makin marah.

    “Betul perbuatan saya, tuan, tetapi tidak saya sengaja. Saya tak mau berdusta.”

    Yang punya toko amat takjub mendengar jawab si Amin itu.

    Sungguh berani anak itu mengakui kesalahannya! Biasanya anak-anak, kalau ia bersalah, berdusta. Sedapat-dapat dicarinya akal, supaya ia jangan dimarahi. Tetapi si Amin lain halnya. Kesalahannya diakuinya semuanya.

    “Mari engkau” kata yang punya toko.

    “Akan tuan apakan saya ini?” Kata si Amin sambil menangis, “Saya suka tuan hukum, atau mengerjakan apa-apa disini, tetapi jangan tuan minta ganti harga kaca itu kepada bapak saya, sebab ia tidak beruang.”

    “Tidak akan saya minta ganti kepada bapakmu, melainkan kepadamu. Kaca jendela tokoku yang pecah itu mesti engkau ganti dengan tenagamu. Kuatkah engkau membersihkan dan membuang sampah-sampah setiap pagi dari dalam tokoku ini?

    Muka si Amin berseri-seri mendengar perkataan yang punya toko itu. Dengan cepat ia menjawab “ Saya kuat mengerjakannya tiap-tiap pagi, tuan!”

    “Baik! Tiga hari saja cukup untuk pengganti kacaku yang pecah itu. Tetapi tahukah engkau, apa sebabnya yang semudah itu kupilih untuk hukumanmu?”

    Si Amin diam, ia tak menjawab.

    “Sebab engkau berani berkata benar”, kata yang punya toko pula. “Saya suka sekali kepada orang yang lurus hati. Nah, jangan lupa besok pagi, ya! Sekarang boleh engkau pulang!”

    “Baiklah, tuan!” jawab si Amin, lalu ia pergi.

    Keesokan harinya pagi-pagi benar si Amin sudah ada dimuka toko. Ketika yang punya toko datang, dilihatnya si Amin sudah ada. Anak itu ditepuk-tepuknya belakangnya, menyatakan senang hatinya. Pagi itu si Amin bekerja sebaik-baiknya membuangkan sampah-sampah dan menyapu keliling toko itu. Setelah habis kerjanya, iapun disuruh pulang oleh yang empunya toko itu. Demikianlah sampai tiga hari si Amin bekerja disana.

    Pada hari yang ketiga si Amin dipanggil oleh yang punya toko lalu katanya : “Amin, mau engkau saya suruh mengantarkan barang ini kepada tuan Bakar dikampung Baru? Pembantu saya sakit,dia tak datang.

    "Mau, tuan!" jawab si Amin, lalu ia pergi. Tak lama antaranya ia kembali.

    "Mau engkau pergi sekali lagi?" kata tuan itu pula. "Ini alamatnya! Engkaupun tahu juga membaca sedikit-sedikit, bukan?"

    "Baiklah tuan!" jawab si Amin, lalu pergi.

    Demikianlah kerja si Amin sehari-harian itu dengan tidak henti-hentinya.

    Yang punya toko itu makin tertarik hatinya kepada si Amin. Ia perlu mempunyai pembantu yang sebagai anak itu. Akhirnya si Amin diambilnya jadi pembantunya.

    Si Amin bekerjalah disana dengan rajin dan sungguh-sungguh. Yang dijaganya benar ialah, supaya tuan itu selalu bersenang hati melihat pekerjaannya.

    Ketika kawan-kawan si Amin bertanya, bagaimana ia dapat pekerjaan yang baik itu, si Amin menjawab : "Karena saya berani berkata benar!"



( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )





Tidak ada komentar: