Disekolah si Martunus lah yang terpandai. Kalau guru menyuruh membuat hitungan, ialah yang sudah lebih dahulu. Lagi pula bagus tulisannya dan betul semuanya. Membaca pun pandai ia. Menggambar jangan dikatakan lagi. Selalu saja ia dapat delapan, kadang-kadang sembilan. Kerap kali ia mendapat hadiah dari guru.
Orang-orang pun sayang kepadanya. Pakaiannya selalu bersih. Lakunya pun baik. Lagi pula ia lurus hati.
Dirumah pun ia disayangai orang tuanya. Apa yang disuruhkan kepadanya, lekas dikerjakannya. Tak ada yang salah.
Lain benar dengan si Yusuf. Ia seorang anak yang amat malas lagi bodoh. Lain dari pada itu ia nakal pula. Kalau ada anak-anak salah sedikit kepadanya, ditinjunya saja. Ayam yang diam-diam dilontarnya dengan batu. Kalau ada orang buta atau pincang dilihatnya, ditertawa-tawakannya. Sebab itulah guru amat marah kepadanya. Acap kali ia kena hukum. Waktu kawan-kawannya bermain-main, ia ditahan guru dalam kelas. Waktu pulang pun, ia tiada boleh bersama-sama dengan kawan-kawannya.
Pada suatu hari guru memberi hadiah pula kepada si Martunus, sebab hitungannya lekas sudah dan lagi pula betul semuanya. Hadiah itu amat bagusnya. Sebuah kotak-kotak anak batu, cukup dengan isinya dan sekotak pensil dua belas macam.
Si Yusuf terbit marah dan iri hati, melihat si Martunus dapat hadiah itu. "Ia selalu saja dapat hadiah" katanya dalam hatinya, "tetapi aku selalu saja dapat marah. Jagalah nanti. Kuaniaya juga ia".
Petang-petang dilihatnya si Martunus pergi kepasar membawa botol. Rupanya ia disuruh ibunya membeli minyak. Alangkah cepat jalannya si Martunus itu! Barangkali minyak itu untuk lekas dipakai. Rupanya ibunya kedatangan tamu.
"Ha," kata si Yusuf seorang diri, "awaslah, sekali ini rasa olehmu."
Dijalan tempat si Martunus lalu pulang, ditahannya beberapa pecahan kaca yang tajam-tajam. Sesudah itu ditaburnya tanah sedikit dan sarap-sarap diatasnya. Tentulah tak kelihatan oleh si Martunus, apabila ia lalu disitu. Si Yusuf tentulah akan melompat-lompat keriangan, kalau dilihatnya si Martunus mengaduh-aduh kesakitan.
Tiba-tiba datang se-ekor anjing mengejarnya. Si Yusuf larilah secepat-cepatnya, karena takut akan anjing itu. Karena terburu-buru dan takut, tak tentu lagi kemana larinya. Larinya menuju rumah si Martunus. Tiba-tiba terinjaklah olehnya pecahan kaca yang ditahannya. Meraunglah ia kesakitan.
Waktu itu si Martunus pulang dari pasar. Dilihatnya Yusuf menangis. Kasihan ia melihatnya. Dibawanya si Yusuf kerumahnya. Luka dikakinya dicucinya bersih-bersih. Sudah itu dibalutnya dengan kain yang bersih.
Malu benar ia rasanya kepada si Martunus yang sudah menolongnya.
Sejak itu bersahabatlah kedua mereka itu.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar