Senin, 30 Mei 2011

Tidak mau berbohong lagi

    Si Maryam berumur tujuh tahun. Pada suatu hari ia disuruh ibunya pergi kerumah bibinya mengantarkan surat. Rumah bibinya itu ada kira-kira setengah jam berjalam kaki jauhnya dari rumahnya.

    Waktu si Maryam akan pulang, ia diberi oleh bibinya mangga enam buah yang masak-masak. Kata bibinya : "Ini mangga enam buah. Dua buah untukmu! Dua buah berikan kepada adikmu si Kasim dan yang dua lagi kepada si Ramali".

    Si Maryam minta terima kasih kepada bibinya, lalu minta izin hendak pulang. Waktu itu hari amat panas. Karena sangat lelah, si Maryam berhenti dibawah sepohon kayu yang rindang lagi rimbun. Bungkusannya yang berisi mangga itu diletakkannya disisinya. Tiba-tiba terlihat olehnya mangga dalam bungkusan itu. Terbit seleranya melihatnya. Diambilnya sebuah, lalu dimakannya. "Manis benar", katanya dalam hatinya. Mangga itu pun habislah dimakannya. "Manggaku kasih ada sebuah lagi", pikirnya. "Biarlah kuhabiskan kedua-duanya". Dengan tidak berpikir panjang lagi dimakannya mangganya yang sebuah lagi.

    Sudah itu berdirilah ia hendak berangkat.

    Baru sepuluh menit ia berjalan, keringat sudah meleleh dipipinya. Dicarinya pula tempat berhenti. Ditepi jalan ada sebuah toko kecil yang sudah ditinggalkan orang. Tergesa-gesa pergilah ia kesitu. Hausnyapun terbit pula, tetapi apa akal mangganya tak ada lagi.

    Melihat saja ia kedalam bungkusan yang masih berisi mangga itu. Akan diambilnya mangga itu? Tidak mau ia, sebab mangga itu bukan untuknya.

    Tetapi matanya tak lepas dari bungkusan itu. "Biarlah kumakan dua buah lagi", katanya dalam hatinya. "Yang dua lagi kuberikan kepada si Kasim dan si Ramali sebuah seorang. Nanti kukatakan, dia hanya sebuah seorang diberi bibi, Mereka itu tentu tak kan tahu. Siapa yang akan mengatakannya?"

    Diambilnya mangga itu sebuah, lalu dimakannya. Sudah itu sebuah lagi.

    Setelah lepas lelahnya,  berangkatlah ia. Tiada berapa lamanya sampailah si Maryam kerumahnya. Mangga yang dua buah itu diberikannya kepada si Kasim dan si Ramali. "Untukmu mana?" tanya si Ramali. "Punyaku sudah kumakan", kata si Maryam dengan pendek, lalu pergi dari situ.

    Keesokan harinya bibi datang bertandang kerumah anak-anak itu. Waktu si Kasim dan si Ramali melihat bibi datang, pergilah mereka itu keduanya mendapatkannya. "Aduh, enak betul mangga yang kemarin, bibi", kata si Ramali. "Tetapi sayang hanya sebuah saja". Bibi heran mendengar perkataan si Ramali. "Tentu si Maryam yang memakan yang dua buah lagi", pikirnya dalam hatinya. "Biarlah nanti kumarahi dia!" Tetapi perkara itu didiamkannya saja kepada kedua anak itu.

    Sesudah mereka itu pergi, dipanggilnyalah si Maryam. Dipegangnya bahu si Maryam lambat-lambat, lalu katanya : "Itu tak baik, Maryam. Yang akan datang jangan dibuat lagi!" Si Maryam tunduk kemalu-maluan, karena ia tahu salahnya, sungguhpun bibi belum menceriterakan sampai habis kepadanya.

    Sepekan sudah itu si Maryam disuruh pula oleh ibunya pergi kerumah bibinya. Waktu ia akan kembali pulang, ia diberi bibinya sebungkus gula-gula. Gula-gula itu harus dibaginya tiga dengan adiknya si Kasim dan si Ramali, Panas waktu itu sangat teriknya. Dua kali si Maryam berhenti dijalan akan menghentikan lelahnya. Bagaimana juga hausnya, tak mau ia mengambil gula-gula itu barang sebuah.

    Sampai dirumah dipanggilnya si Kasim dan si Ramali. Gula-gula itu dibaginya tiga, lalu dimakannya bersama-sama dengan tertawa-tawa.



( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )




Tidak ada komentar: