Rabu, 18 Mei 2011

Melanggar pesan ibu

    Dihadapan sebuah rumah yang kecil kelihatan si Alimah menggendong adiknya, si Titi namanya. Si Titi baharu berumur beberapa bulan. Ketika itu ibunya pergi kepasar menjual hasil ladangnya. Bapaknya bekerja diladang. Si Alimah tinggal dirumah menjaga si Titi. Si Alimah seorang anak yang baik laku. Ia memakai baju putih dan sarung batik. Kepada si Titi ia amat sayang. Dicarikannya bunga-bungaan, supaya si Titi jangan menangis. Dibawanya bermain-main dan tertawa-tawa. Girang benar si Titi bermain dengan si Alimah.

    Si Alimah pandai menjaga adiknya. Sebab itulah ibunya meninggalkannya. Waktu akan berangkat kepasar ibunya berpesan, katanya : "Alimah, jaga si Titi baik-baik, ya! Jangan bermain jauh-jauh dan sekali-kali jangan ditinggal-tinggalkan! Ibu tak lama dipasar; lekas ibu pulang."

    "Ya, ibu!" jawab si Alimah, sambil menggendong si Titi dan membawanya bermain-main.

    Hari sudah pukul 10.00.  Si Titi sudah mengantuk. Dengan suara yang merdu dan lemah-lembut, si Alimah mendendangkan adiknya :
          "Boook-bobok, Titikuu boboook,
          Boboklah bobok nan maniiis bobok!
          Tiduruur-tidur adikkuu tidur,
          Tidurlah tidur  Titiku tidur!"

    Sambil berdendang-dendang si Alimah berjalan juga hilir mudik perlahan-lahan.

    Makin lama mata si Titi makin ruyup. Kepalanya disandarkannya kedada si Alimah. Tangannya disembunyikannya dalam selendang.

    Si Alimah memandang dengan sayang kepada adiknya.

    "Sudah hampir tidur!" katanya dalam hatinya.

    Si Alimah mendendangkan pula, sambil menepuk-nepuk belakang si Titi perlahan-lahan.

    Si Titi menguap beberapa kali. Dan tak lama kemudian iapun tertidurlah.

    Si Alimah kembali kehalaman rumahnya, lalu duduk dibawah pohon cempedak yang rindang. Penat juga ia menggendong si Titi.

    Dengan tersenyum disiahkannya rambut si Titi yang terurai kemukanya. Kemudian ditiup-tiupnya, supaya kering keringat yang didahinya.

    Sedang ia membela-belai adiknya, terdengar orang berseru dari seberang : "Alimaaah!"

    Alimah memandang keseberang jalan. Suara itu dikenalnya, suara kawannya Saleha, yang tinggal dihadapan rumahnya. Si Saleha anak yang manja dan suka bermain-main saja.

    Tak lama antaranya tersembul kepala si Saleha diantara daun-daun dipagar.
    "Mari kita bermain, Alimah!" kata si Saleha.
    "Saya mengasuh adik saya", jawab si Alimah.
    "Antarkan saja dia kepada ibumu!" kata si Saleha pula.
    "Ibu pergi kepekan", jawab Alimah.
    "Ah", kata si Saleha dengan kurang senang hatinya. "Saya ada mempunyai anak-anakan, baru dibawakan bapak dari kota. Baguus, mari lihat!"

    "Bawa saja kesini, saya lihat!" kata si Alimah.
    "Engkau saja datang kesini!" kata si Saleha pula.

    Hati si Alimah sangat ingin hendak melihat anak-anakan itu. Anak-anakan yang dibeli dikota, tentu bagus. Tetapi ibunya berpesan, jangan bermain jauh-jauh. Karena itu si Alimah diam, ia tiada menjawab lagi.

    Kemudian terdengar pula si Saleha berkata, katanya : "Tidurkah adikmu?"

    "Ya", jawab si Alimah sambil mengangguk.

    "Tidurkan saja dia keatas rumah! Dan datang kemari sebentar."

    Si Alimah tahu, ia tak boleh berbuat begitu. Tetapi karena hatinya sangat ingin hendak melihat anak-anakan itu, ia jadi bimbang. Kalau ditinggalkannya sebentar saja, tentu si Titi belum akan bangun. Sebentar saja, dan lekas kembali.

    "Baik, saya tidurkan dia sebentar", kata si Alimah. Ia naik keatas rumah. Si Titi dibaringkannya perlahan-lahan diatas balai-balai. Seketika lamanya dipandangnya si Titi, yang sedang tidur dengan senang. Diciumnya dahinya, lalu berjalan ia lambat-lambat keluar. Dihalaman ia berlari menuju rumah si Saleha.

    "Mana anak-anakanmu itu?" tanyanya.

    "Marilah!" kata si Saleha. "Saya tidurkan dalam tempat tidurnya". Kedua anak perempuan itu masuk kerumah.

    "Lihatlah!" kata si Saleha dengan angkuhnya. "Itu dia sedang tidur!"

    "O.., alangkah bagusnya!" kata si Alimah. "Boleh saya gendong sebentar?"

    Si Saleha memberikan anak-anakannya itu, lalu digendong-gendong oleh si Alimah.

    "O.., alangkah manisnya!" kata si Alimah pula. Semacam anak orang benar-benar. Matanya berkilat-kilat. Kalau bapak pergi kekota, saya suruh belikan pula nanti. Saya buatkan pula tempat tidurnya semacam ini dan ayunannya juga."

    Tiba-tiba kedua anak itu terkejut. Dari seberang terdengar pekik anak kecil menangis. Si Alimah melompat turun, lalu berlari kerumahnya. Dari pintu si Alimah menengok kedalam. Aduh, alangkah terkejutnya. Si Titi terbaring dilantai menangis memekik-mekik.

    Dengan kaki gemetar si Alimah melompat naik. Si Titi diambil dan didukungnya, dibujuk-bujuknya dengan perkataan yang manis-manis. Tak lama antaranya anak itu berhanti menangis dan tertawa melihat kakaknya. Aduh bukan main girang hati si Alimah. Rupanya si Titi tidak apa-apa, lalu dibawanya bermain-main. Tetapi anak itu tidak seriang biasa.

    Tidak lama kemudian, ibu pulang dari pekan. Dilihatnya air muka si Alimah agak lain. Hatinya merasa syak, apakah yang terjadi? Alimah ditanyainya mengapa ia semacam orang susah. Si Alimah lalu menceriterakan perkara si Titi jatuh itu.

    Si Alimah dimarahi ibunya dan dicubitnya juga beberapa kali. Tetapi hukuman yang berat bagi si Alimah bukanlah itu. Pada malamnya si Titi demam. Tiga hari tiga malam ia tidak bangun-bangun. Alangkah cemas Si Alimah ketika itu. Sekejappun si Titi tak ditinggalkannya. Mau ia sendiri sakit rasanya, asal si Titi sembuh kembali. Sepekan baru si Titi baik benar.

    Sejak itu si Alimah berjanji dalam hatinya, tidak akan meninggalkan si Titi waktu tidur.


( bersumber dari buku "Tjeritera Goeroe" )   




Tidak ada komentar: