Rabu, 04 Mei 2011

Pisang Emas

    Tersebutlah pada zaman dahulu seorang raja ditanah Mesir, yang amat adil dan murah. Baginda amat dicintai dan disayangi oleh segala rakyat.

    Pada suatu hari terniatlah oleh baginda hendak mendirikan sebuah istana baru, karena istana baginda sudah tua. Sudah jadi kebiasaan pada zaman itu, jika hendak melakukan suatu pekerjaan besar, maka dipanggillah ahlunujum akan menentukan bila waktunya yang baik akan memulai pekerjaan itu. Demikianlah baginda meyuruh panggil seorang ahlunujum yang mashur.

    Setelah datang, raja itu bertitah sabdanya : "Hai ahlunujum, cobalah lihat nujummu, bilakah waktu yang baik mendirikan sebuah istana yang besar!"

    Sembah ahlunujum : "Harap diampun tuanku, dengan titah yang mahamulia akan patik tilik didalam nujum patik. Maka dibukanyalah kitab nujumnya, lalu dibilang -bilang dan diramalkannya.

    Setelah sejurus lamanya, sembahnya: "Harap diampun tuanku, pada tilik patik, tiga kali tujuh hari lagi, pada petang Kamis malam Jum'at, pukul dua belas tengah malam. Ketika itulah masa yang sebaik-baiknya tuanku mendirikan istana itu. Bukan tuanku saja akan berbahagia olehnya, istana tuanku pun akan menjadi emas."

    Titah raja dengan sukacitanya: "Apa katamu, istana kita akan menjadi emas?"

    "Begitulah menurut nujum patik, jika istana itu dikerjakan betul-betul pada waktu dan sa'atnya."

    Titah baginda pula: "Hai ahlunujum, inilah hadiah kita, terimalah!" Lalu baginda memberikan sebuah pundi-pundi berisi emas. Sudah itu raja menitahkan kepada segala menterinya akan menyediakan ramuan-ramuan yang perlu untuk mendirikan istananya itu.

    Didalam tiga pekan itu orang bekerja siang malam menyediakan apa-apa yang perlu. Diistanapun orang hampir tak dapat tidur, karena memikirkan kejadian yang ajaib itu.

    Akhirnya sampailah kepada hari akan mendirikan istana itu. Sekalian ramuan sudah sedia. Tetapi semua mereka itu letih lesu, sebab tiada tidur-tidurnya.

    Hari telah malam. Beribu-ribu tukang menantikan sa'at yang penting itu. Makin jauh malam, makin letih dan lesu sekaliannya serta sangat mengantuk. hampir sampai tengah malam tertidurlah sekaliannya; demikian juga orang dalam istana. Waktu hari akan siang, barulah mereka terjaga. Lekas-lekas dimulainya mendirikan istana itu.

    Tetapi apakah jadinya? Istana itu tidak menjadi emas, melainkan sebagai istana biasa saja.

    Demi raja mendengar kabar itu, bagindapun sangat sedih. "Apakah sebabnya seperti ini?" pikir baginda. "Berdustakah ahlunujum itu atau yang mengerjakankah yang salah?" Dalam baginda berpikir-pikir demikian, seorang menteri datang menghadap, lalu sembahnya: "Tuanku, diluar kota orang gempar, karena diladang si Hasan ada pisang berbuah emas."

    Titah baginda dengan tercengang: "Hai menteriku, sebenarnyakah perkataanmu itu?"

    "Sebenarnya tuanku, banyak orang yang telah melihat."

    Titah raja: "Kalau begitu suruh panggil peladang itu kemari!"

    Maka dipanggil oranglah si Hasan. Setelah ia sampai keistana, raja bertitah; sabdanya: "Hai Hasan, benarkah pisangmu berbuah emas?"

    Sembah si Hasan : "Dengan kehendak Yang Mahakuasa, sebenarnyalah pisang patik berbuah emas, tuanku."

    Titah raja: "Bagaimanakah jalannya maka demikian?"

    Sembah si Hasan: "Tiga pekan yang lalu patik mendengar kabar, bahwa ahlunujum telah meramalkan istana tuanku akan menjadi emas, jika didirikan tengah malam petang Kamis malam Jum'at. Malam itu patik berjaga-jaga pula. Waktu tengah malam tepat, patik tanamkan pisang patik itu. Keesokan harinya patik lihat, pisang itu telah berbuah emas."

   Demi raja mendengar perkataan si Hasan, bagindapun maklum apa sebabnya istana baginda tak menjadi emas. Tentu terlalai orang yang mendirikannya, tidak pada waktu yang telah disebutkan ahlunujum itu. Kelalaian itulah yang telah merugikan baginda. Baginda sangat murka, lalu menyuruh hukum mereka yang lalai itu.

    Adapun si Hasan peladang kayalah. tetapi tiada sombong dan kikir ia karena kekayaan itu. Ia selalu suka menolong orang yang miskin dan sengsara.

    Setelah peladang itu mati, pisangnya tiadalah berbuah emas lagi, melainkan berbuah sebagai biasa. Kata empunya cerita, pisang itulah asalnya pisang emas kita sekarang ini.


( bersumber dari buku "Tjeritera Goeroe" )



Tidak ada komentar: