"Ibu", kata si Idris, "Terang benar malam sekali ini. Awan tak sedikit juga kelihatan. Lihatlah bulan dilangit! Bulat seperti ringgit. Kuning bersih seperti emas. Alangkah bagusnya!"
Si Idris mengajak adiknya si Latifah yang baru berumur lima tahun pergi keluar, lalu duduk ditangga. Tiada berapa lamanya datanglah ibunya. Sebentar lagi neneknya. Keempat empatnya melihat kebulan itu.
"Apakah yang kamu lihat dibulan itu, Pah?" tanya Neneknya. Si Latifah memperhatikan bulan itu benar-benar. "Seperti ada orang dalamnya, Nek", jawab si Latifah.
"Ya, seperti orang duduk diatas suatu benda", kata si Idris. "Tetapi tiada terang kelihatan. Siapakah itu Nek?"
"Dengarkanlah kuceriterakan", kata Nenek. Si Idris dan si Latifah duduk mendekati Nenek, karena mereka itu suka betul mendengarkan Nenek berceritera.
Nenek berceritera:
Dahulu kala adalah seorang-orang kaya lagi bangsawan, Pakaiannya amat bagusnya. Penuh dengan intan berlian. Cincinnya gemerlapan dijarinya.
Pada suatu hari ia pergi keluar kota mengendarai kuda. Kuda itu putih dan tangkas. Amat gagah orang bangsawan itu kelihatannya, duduk diatas kuda yang putih seperti perak itu.
Ditengah jalan bertemu ia dengan seorang perempuan tua. Dibelakangnya ada sebuah keranjang, penuh dengan sayur-sayuran yang dibelinya dipasar. Ditangan kanannya ia memegangi sebuah botol berisi minyak. Dekat orang tua itu betul kuda orang bangsawan tadi terkejut, mendengar bunyi menggeresek dalam semak. Kuda itu meringkik-ringkik dan melompat-lompat serta menaikkkan kakinya. Botol yang dipegang perempuan itu kena oleh kaki kuda itu, lalu jatuh. Minyak yang didalamnya tertumpah semuanya. Orang tua itu menangis melihat minyaknya tertumpah itu. Ia tidak beruang lagi akan membelinya. Apalagi pasar amat jauh.
Orang bangsawan itu terbit kasihannya melihat perempuan tua itu. Iapun turun dari kudanya. Dimasukkannya tangannya kedalam sakunya akan mencari-cari uang untuk pengganti minyak yang tertumpah itu. Tetapi rupanya lupa ia membawa uangnya. Dengan apa akan digantinya minyak perempuan itu?" Ia tahu perempuan tua itu miskin.
Tiba-tiba dapatlah olehnya akal. Digalinya tanah tempat minyak itu tertumpah, lalu diperasnya. karena kuatnya memeras itu, sekalian minyak yang didalam tanah itu keluar semuanya. Minyak itu disaringnya, lalu dimasukkannya kembali kedalam botol itu. Botol itupun penuh pula kembali sebagai semula. sedikitpun tiada kurang. Sesudah itu ia naik pula keatas kudanya.
Waktu ia memeras tadi, kedengaran olehnya tanah yang diperasnya itu menangis dan berteriak: "Aduh, aduh sakitnya saya kau peras. Aku tak bersalah, tetapi engkau sendiri. Tak patut engkau tinggal diatas belakangku. Tentu engkau akan mendapat kukuman atas kelakuanmu yang bengis itu!"
Setelah ia berkata itu, terjadilah suatu kejadian yang amat aneh.
Kuda itu bersayap dengan tiba-tiba. Perlahan-lahan kuda itu naik keatas. Tiada berapa lamanya ia sampai kebulan.
Nenek menunjuk kebulan dan berkata, katanya: "Itu yang hitam itu, itulah kuda itu. Yang duduk diatas punggungnya, orang bangsawan yang kuceriterakan tadi."
Si Idris dan si Latifah menentang kebulan itu. Makin lama ia melihat, makin terang kelihatannya kuda dan bangsawan itu.
Kalau bulan terang, kedua mereka itu melihat kebulan. Maka teringatlah oleh mereka itu akan neneknya.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar