Dua orang anak berjalan-jalan dipinggir hutan. Kedua anak itu bersaudara. Yang tua namanya si Salim. Umurnya kira-kira tujuh tahun. Yang kecil adiknya. Namanya si Kadir. Umurnya kira-kira lima tahun. Keduanya berjalan juga sampai hampir masuk matahari.
Karena lamanya berjalan itu, mereka itupun sesatlah masuk rimba. Tak tahu jalan pulang lagi. Merekapun terus juga berjalan. Haripun mulai senja. Senja berganti dengan malam. Takutnyapun datanglah. Kepada siapa mereka itu akan minta tolong? Dihutan itu tak ada seorang juga tinggal.
Tiba-tiba kelihatan api dari jauh. Disitu ada orang agaknya. Keduanya pergi kesana. Betullah, cahaya itu keluar dari sebuah rumah. Siapakah gerangan tinggal dalam rumah itu? Diketuknya pintu rumah itu.
Dari dalam rumah itu keluar seorang perempuan yang amat besar. Ada dua kali sebesar orang biasa.
Si Salim berkata, katanya: "Bolehkah kami bermalam disini? Kami ini sesat. Tak tahu jalan pulang lagi. Kalau tak boleh kami bermalam disini, dimana lagi? Tentulah kami akan dimakan binatang buas."
Perempuan besar itu ialah isteri seorang raksasa. Ia menjawab katanya : "Tentulah boleh kamu bermalam disini. Masuklah lekas."
Kedua anak itupun masuklah kedalam. Isteri raksasa itu pergi kepada suaminya. Ia berkata, katanya : "Ada dua orang anak manusia minta bermalam dirumah kita.: Suaminya menjawab: "Bagus, berilah ia makan! Sediakan tempat tidurnya! Besok pagi kita bunuh dia dan kita makan. Saya sudah lama betul tak makan daging manusia."
Perkataan raksasa itu kedengaran oleh kedua anak itu.
Si Salim berkata, katanya : "Kadir, ini bukan manusia rupanya. Inilah barangkali yang dikatakan raksasa."
Isteri raksasa itu keluar pula. Disediakannyalah nasi serta laup-pauknya untuk mereka itu.
Sesudah makan pergilah kedua anak itu tidur. Sebelum tertidur berkata si Kadir, katanya : "Abang, saya takut akan orang itu. Kalau kita tertidur nanti, tentulah kita dimakannya. Apa akal kita sekarang? Kakaknya berpikir. Tiada berapa lamanya dapatlah olehnya akal. "Kalau hari sudah hampir pagi", katanya kepada adiknya, "kita lari dari sini. Bantal guling ini kita selimuti. Tentu ia akan menyangka bahwa kita masih tidur."
Pukul lima pagi kedua anak itupun larilah. Kira-kira pukul sembilan raksasa itupun bangun, lalu pergi melihat anak-anak itu. Dilihatnya masih tidur. Marilah kita mandi dahulu" katanya kepada isterinya. "Sesudah mandi kita bunuh dan kita makan dia."
Sesudah mandi mereka itupun pergilah pula melihat kedua anak itu. Dicabutnya pisau belatinya. Ditikamnya keperut anak itu. "Ha, sekarang sudah mati ia, tetapi mengapa ia tidak menjerit?" tanya raksasa itu kepada isterinya. Dibukanya selimut itu. Apa yang dilihatnya? Ialah bantal guling yang sudah koyak. Iapun amat marah.
Kedua raksasa itu berlari keluar. Dihalaman dilihatnya jejak kaki anak yang lari itu. Diikutnyalah jejak kaki kedua anak itu. Karena langkahnya panjang, hampirlah dapat mereka itu.
Si Salim dan adiknya melihat kebelakang. Kelihatan kepadanya raksasa itu sudah dekat benar. Mereka itupun larilah sekencang-kencangnya. Sampailah mereka itu kepinggir sebuah sungai yang deras airnya. Disitu ada sebuah titian saja, yaitu sebatang pohon kelapa.
"Pohon kelapa inilah yang dapat menolong kita", kata si Salim kepada adiknya. Kedua saudara itu meniti titian itu. Waktu sampai ditengah-tengah, Si Salim mengeluarkan goloknya. Ditetaknya pohon kelapa itu sebelah bawah: dari atas kelihatannya masih baik dan kuat. Anak itupun teruslah meniti sampai keseberang.
Mereka itu berteriak: Hai, ini kami, datanglah kemari, tangkaplah kami."
Raksasa itu meniti titian itu.Mereka itu tak tahu, bahwa titian itu ditengah-tengahnya sudah bertakuk. Waktu mereka itu sampai disana, titian itu patah dualah.
Kedua raksasa itupun jatuh kebawah, lalu mati.
Si Salim dan si Kadir senanglah hatinya, karena musuhnya yang berbahaya itu sudah mati. Mereka itupun meneruskan perjalanannya.
Tiada berapa lamanya berjalan, mereka itu bertemu dengan seorang peladang. Orang itu rupanya hendak pergi kekampung si Salim dan si Kadir akan menjual hasil ladangnya dipasar.
Kedua anak itu menumpanglah dengan orang peladang itu.
Orang tua si Salim dan si Kadir amat besar hatinya bertemu jauhnya dari rumahnya.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar