Beratus-ratus tahun yang lalu, tinggallah dipuncak gunung merapi, --- sebuah gunung sebelah selatan Bukit Tinggi --- seorang Dewi. Ialah yang menjadi raja digunung itu. Mahligainya, yang letaknya tak jauh dari puncak gunung itu terbuat dari pada emas dan pasir dihalamannya intan berlian belaka, berkilau-kilauan ditimpa cahaya matahari. Tiap-tiap pagi pergilah Dewi itu kepuncak gunung itu akan berpanas-panas, karena diatas gunung itu bukan main dinginnya. Segar rasa badannya kena panas pagi itu.
Dilereng gunung itu, didalam sebuah pondok kecil, diatas kampung Sungaipuar tinggal seorang pertapa. Orang itu amat baik hatinya. Banyak orang kampung yang tinggal dikaki gunung itu datang kesana akan minta petuah kepadanya. Kalau ada yang minta obat, maka dicarikannyalah daun-daun kayu untuk obat orang sakit itu dan dimanterakannya sekali. Amat banyak orang yang sudah berhutang budi kepadanya. Pendeknya ia disegani benar oleh orang yang tinggal dekat disitu.
Pada suatu hari adalah beberapa orang serdadu mendaki gunung itu hendak pergi berburu. Seorang diantara mereka itu terpencil dari teman-temannya. Waktu itu tak tahu lagi ia jalan mana yang akan diturutnya; iapun membunyikan terompetnya akan memberi tahu teman-temannya. Pekerjaannya itu sia-sia belaka, karena mereka itu sudah amat jauh terdahulu rupanya. Bunyi terompet itu tak kedengaran lagi olehnya. Apakah akalnya lagi? Jalan pulangpun tak tahu pula ia. Sebab itu terus juga ia berjalan, tak keruan tujunya, melainkan menurutkan kemana dibawa kakinya saja. Sesudah kira-kira lima jam lamanya ia mengembara dalam hutan yang lebat itu, terbitlah laparnya. Kemanakah ia akan minta nasi? Rumah sebuahpun tak kelihatan dan haripun makin petang juga. Jikalau matahari sudah terbenam dan ia belum juga mendapat tempat bermalam, tentulah ia akan menjadi mangsa binatang buas yang ada dalam rimba raya itu. Dengan hati yang amat susah berjalan jugalah ia dan tiada berapa lama antaranya kelihatanlah olehnya pokok kayu yang besar-besar sebuah rumah kecil. Cepat-cepat pergilah ia menuju rumah itu. Kiranya rumah itu pondok orang tua pertapa padi. Waktu ia sampai kesana, kebetulan orang pertapa itu baharu saja sudah memuja. Orang tua yang baik hati itu mempersilahkan serdadu itu masuk kedalam dan dijamunyalah makan dengan sekedarnya. Sungguhpun makanan itu bersahaja, tetapi oleh serdadu itu bukan main enak rasanya, barangkali karena sangat laparnya.Sesudah makan, bercakap-cakaplah kedua orang itu. Kemudian sampailah percakapan mereka itu kepada kisah gunung Merapi itu.
Orang tua pertapa itu memulai ceriteranya, katanya : "Dipuncak gunung Merapi ini tinggal seorang Dewi yang amat kaya. mahligainya terbuat dari pada emas dan pasir dihalamannya intan berlian belaka yang berkilat-kilat ditimpa cahaya matahari. Waktu serdadu itu mendengar ceritera orang itu, iapun membelalakkan matanya. Terbayang-bayang dimukanya mahligai yang bagus itu dan intan berlian yang bertaburan dihalamannya. "Besok pagi-pagi benar saya akan pergi kepuncak gunung ini", kata serdadu itu, "akan saya ambil emas-intan Dewi itu semuanya. Tentu senang hidup kami anak beranak, tak usah lagi memikul bedil sehari-hari".
Orang tua pertapa itu berkata. "Janganlah tuan pergi kesana, karena Dewi itu tak suka dilihat orang dan tentulah tuan akan mendapat celaka nanti."
"Selama bedil ini masih ada padaku, aku tak takut kepada barang siapa juapun", kata serdadu itu. Bermacam-macamlah nasihat orang tua pertapa itu kepadanya, supaya jangan disampaikannya maksudnya pergi ketempat Dewi itu. Tetapi tidak diindahkannya sedikit juga.
Besoknya pergilah serdadu yang tamak dan sombong itu mendaki puncak gunung itu. Kita-kira 50m akan sampai kepuncak gunung itu, melihatlah ia keatas, maka tampaklah olehnya Dewi itu sedang berpanas-panas. Diangkatnyalah lengannya, bedilnya diacukannya kepada Dewi itu akan menembaknya. Waktu itu Dewi itu melihat kepadanya. Ketika itu juga serdadu itu merasa dingin seluruh badannya dan tiada berapa lama sudah itu iapun menjadi batu.
Kalau kita sekarang ini kira-kira pukul sepuluh pagi, waktu matahari sedang bersinar, melihat kearah puncak gunung Merapi itu, maka akan kelihatanlah oleh kita bayang-bayang hitam tak ubahnya seperti orang yang sedang mengacukan bedilnya.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar