Haji Ibrahim seorang saudagar besar. Ia beranak tiga orang laki-laki, Si Umar, si Amir dan si Kahar namanya.
Permintaan Haji Ibrahim ialah, supaya anak-anaknya itu jika sudah besar dan ia tak kuat bekerja lagi dapat menggantikannya menjalankan perniagaannya nanti. Sebab itu dari kecil mereka itu sudah diajarkannya berniaga. Akan tetapi cita-cita bapak yang baik itu tidak dipedulikan oleh anak-anaknya. Mereka itu lebih suka bermain dan memboroskan uang dari pada belajar berniaga. Haji Ibrahim amat susah hatinya melihat kelakuan anak-anaknya itu. Pada pikirnya, jika ia mati tentulah anak-anak itu akan sengsara hidupnya, sebab mereka itu tak tahu hidup sendiri.
Lama Haji Ibrahim berpikir-pikir, bagaimana akal akan mengajar anak-anak itu. "Barangkali karena mereka tingal bersama-sama dengan saya, maka mereka itu manja seperti ini. Baiklah saya suruh ketiganya pergi kenegeri lain, barang siapa mereka itu tahu bagaimana susah hidup", katanya dalam hatinya.
Maka dipanggilnya ketiga anaknya itu, lalu katanya : "Hai anakku ketiganya, bapak makin sehari makin tua juga. Sebab itu termaksud oleh bapak hendak menyuruh kamu pergi belajar berdagang kenegeri lain. Boleh kamu bawa modal sedikit seorang. Barang siapa diantara kamu yang pandai menjalankan modal itu, kepadanya nanti akan bapak serahkan perniagaan ini semuanya."
Setelah Haji Ibrahim berkata itu, dikeluarkannyalah uang, lalu dibagikannya antara ketiga anaknya itu.
Kata Haji Ibrahim pula: "Berangkatlah kamu sekalian besok dan pulanglah sesudah setahun lamanya!"
Ketiga anak Haji Ibrahim itu sangatlah susah hatinya. Mereka itu biasa senang dan manja dinegerinya, sekarang akan pergi berdagang kenegeri lain dengan modal yang kecil pula. Jika mereka itu hidup sebagai dinegerinya juga, tentulah dalam sebulan saja modal itu akan habis dan akan sengsara mereka itu dinegeri orang. Akan tetapi kehendak bapaknya itu tak dapat dibantah lagi.
Keesokan harinya berangkatlah ketiganya kenegeri lain. Mula-mula mereka itu canggung benar dan serba susah. Hampir-hampir saja ia hendak pulang kembali. Maklumlah dikota, "". Akan tetapi akhirnya terpikir oleh mereka itu akan pesan bapaknya, yakni siapa yang pandai berniaga, ialah yang akan meneruskan perniagaan bapaknya yang terlalu besar itu. Maka bercerai-cerailah mereka itu, lalu berusahalah sebagai yang dikehendaki bapaknya itu. Masing-masing hendak mengalahkan saudaranya, supaya dapat menerima pusaka yang banyak itu.
Usaha mereka itu tidak sia-sia.Masing-masing banyak mendapat untung, sebab mereka itu bekerja dengan rajin, hemat dan sungguh-sungguh.
Setelah cukup setahun mereka itu merantau, maka pulanglah ia kembali kenegerinya. Ketiganya disambut oleh Haji Ibrahim dengan muka berseri-seri.
Si Umar lalu berceritera tentang perdagangannya yang beruntung itu. Sambil berceritera, tangannya tak berhenti-henti bermain, sehingga permata cincinnya yang banyak dijarinya gemerlapan rupanya. Maka maklumlah Haji Ibrahim, bahwa anaknya itu betul-betul ada beruntung dalam perniagaannya.
Kemudian si Amir berceritera pula. Tetapi caranya berceritera lain dengan saudaranya Umar. Kalau ia sudah bercakap, ditundukkannya kepalanya rendah-rendah, sehingga kopiahnya yang penuh bertatahkan emas dan permata yang menyilaukan mata, jelas kelihatan. Haji Ibrahimpun tersenyum melihat hal itu dan iapun maklumlah pula, bahwa anaknya itu ada pula beruntung dalam perniagaannya.
Akhirnya datanglah giliran si Kahar menceriterakan perdagangannya. Cara si Kahar berceritera lain pula dari kedua saudaranya. Ia duduk dengan tenang, dan tangannya terletak diharibaannya baik-baik. Akan tetapi tiap-tiap ia berkata, ia tersenyum dengan manis, sehingga giginya yang penuh bersalut emas berkilat-kilat kelihatan.
Haji Ibrahim maklum pula, bahwa anaknya yang bungsu itu ada beruntung berniaga.
Maka katanya kepada ketiganya: "Sekarang tahulah bapak, bahwa engkau ketiganya ada melakukan pesan bapak sebaik-baiknya. Ketiganya sama pandai, sama sungguh-sungguh dan sama beruntung. Sebab itu pusaka bapak tidaklah akan untuk kepada seorang saja, tetapi akan bapak bagikan antaramu ketiga."
Mendengar itu baharulah maklum ketiga anak Haji Ibrahim itu, bahwa maksud bapaknya menyuruh mereka itu meninggalkan negeri, ialah supaya tahu akan susah hidup sendiri. Sejak itu ketiganya tak lalai dan tak manja sebagai dahulu lagi. Perniagaan bapaknya itu diteruskan mereka itu bersungguh-sungguh, sehingga makin lama makin besar dan makin banyak keuntungan didapatnya.
( bersumber dari buku : "Tjeritera Goeroe" )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar