Rabu, 07 November 2012

Ceritera zaman Nabi Nuh


Kata yang empunya ceritera, pada zaman dahulu kala, waktu Nabi Allah Nuh memerintah, terjadilah air bah yang sangat besar. Dunia ini habis tenggelam. Tidak ada setelempap tanah tempat berdiri. Sekalian manusia habis mati. Hanyalah ada delapan puluh orang laki-laki dan perempuan yang masih hidup, yakni orang yang beriman kepada Nabi Allah Nuh dan menjunjung tinggi perintah-perintahNYA. Lain daripada itu adalah beberapa ekor binatang. Semuanya mengikut kemana juga Nabi Nuh pergi.

Oleh Nabi Allah Nuh dibuatlah sebuah kapal yang amat besar. Dengan kapal itulah Nabi Allah Nuh membawa rakyatnya dan segala binatang-binatang itu. Entah berapa lamanya mereka terkatung-katung ditengah laut, tak tentu arah dan tujunya. Kata setengah cerita adalah 14 hari dan 14 malam lamanya.

Pada suatu hari surutlah air bah yang sangat hebat itu. Tetapi daratan belumlah juga kelihatan. Maka dititahkan oleh Nabi Allah Nuh seekor burung garuda akan mencari daratan.

Maka burung garuda itu terbanglah membubung keudara. Setelah berapa lamanya ia beredar kesana kemari, tampaklah olehnya setumpak daratan. Dilihatnya disana banyak mayat dan bangkai binatang bertimbun-timbun. Maka dimakannyalah bangkai itu sekenyang-kenyangnya. Setelah sudah ia makan barulah ia pulang mendapatkan Nabi Allah Nuh.

Sabda Nabi Allah Nuh : “Hai garuda, adakah engkau bertemu dengan daratan?”

Jawab garuda : “Ada, ya Nabi Allah, jauh tempatnya dari sini.”

Sabda Nabi Allah Nuh pula : “Manakah tandanya engkau bertemu dengan daratan itu?”

Burung garuda itu tak dapat menjawab. Tak ada tanda yang dibawanya.

Maka Nabi Allah Nuh bertitahlah kepada burung dara : “Hai burung dara pergilah engkau mencari daratan ! Dan bawalah tanda daratan itu kelak.”

Maka burung darapun terbang pulalah mencari daratan. Sedang terbang berpikir ia dalam hatinya, pikirnya : “Sedangkan garuda yang besar dan gagah perkasa itu tidak dapat membawa tanda daratan itu. Apalagi aku yang lemah ini? Tetapi biarlah kuusahakan juga.

Iapun terbanglah menuju keudara. Dengan kehendak Allah tampaklah olehnya daratan. Maka turunlah ia disana. Tanahnya masih lumpur dan merah warnanya. Pikir burung dara dalam hatinya : “Bagaimanakah aku akan membawa tandanya? Sebutir tanah tak ada yang dapat aku patuk. Sekaliannya lumpur cair sebagai air.”

Burung dara itu termenunglah beberapa lamanya. Akhirnya dapatlah olehnya suatu akal. Kakinya dan paruhnya direndamkannya kedalam lumpur yang sebagai darah itu. Kemudian terbanglah ia kembali mendapatkan nabinya.

Setelah sampai bertanyalah Nabi Allah Nuh : “Hai burung dara, adakah engkau bertemu dengan daratan itu?”

Jawab burung dara : “Ada, ya Nabi Allah. Inilah tandanya pada kaki dan paruh hamba. Lumpurnya yang merah hamba patuk dan hamba pijak, sehingga kaki dan paruh hamba menjadi merah.”

Nabi Allah Nuh melihatlah kepada kaki dan paruh burung dara itu. Maka percayalah ia.

Nabi Allah Nuh lalu bertitah pula, sabdanya : “Hai burung dara, untuk pembalas jasamu itu engkau hendak kuberi suatu tanda kehormatan, yakni dokoh seuntai.” Lalu Nabi Allah Nuh menggantungkan dokoh yang amat indah dileher burung dara itu.”

Kata burung dara itu : “Ya Nabi Allah, janganlah hamba diberi dokoh ini. Nanti binatang-binatang lain iri hatinya dan hamba tentu dibunuhnya.”


Burung Dara (Merpati)  (google/kaskus)
Kata Nabi Allah Nuh : “Hai burung dara, janganlah engkau kuatir. Dokoh itu hanya tampak olehmu saja, sedang oleh binatang-binatang dan burung-burung yang  lain hanya tampak sebagai bulu biasa.”

Mendengar itu senanglah hati burung dara menerima pemberian nabinya. Kata yang punya ceritera, itulah sebabnya bulu yang dileher burung dara sampai sekarang berkilat-kilat sebagai emas, yaitu dokoh kehormatan yang diberikan Nabi Allah Nuh dahulu. Dan itu pulalah sebabnya kaki dan paruhnya merah, yakni bekas lumpur, waktu nenek moyangnya mencari daratan.


 

(Bersumber dari buku : “Tjeritera Goeroe”)



   
 

 

 

Tidak ada komentar: