Rabu, 18 April 2012

Siapa yang lemah harus cerdik.


Disebuah hutan ditepi pantai, diantara penghuninya, terdapatlah juga seekor kera. Dalam mencari makanan dihutan tersebut, ia haruslah beradu nyali, bersaing dengan penghuni-penghuni hutan yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa pada kehidupan binatang-binatang dihutan, hukum-rimba lah yang berlaku, siapa yang kuat maka dialah yang akan menang.

Tak kala musim buah mendekati usai, si Kera itupun mulai kesulitan juga untuk mendapatkan makanannya. Melongok kepantai kelihatan sepi-sepi saja. Menoleh keseberang, nampaklah sebuah pulau kecil yang tidak begitu jauh letaknya, pantainya landai, disitu terdapat juga hutan kecil yang banyak ditumbuhi juga oleh beberapa jenis pepohonan buah-buahan. Hampir tidaklah ada binatang-binatang sejenis Kera, Harimau, Singa, Gajah, Banteng, Jerapah, dan semacamnya yang tinggal disitu. Penghuninya hanyalah buaya-buaya, yang sesekali tampak berjemur disepanjang pantai tersebut, dan beberapa kelompok burung-burung kecil yang hanya terkadang saja singgah hanya sebentar.

Namun keberadaan buah-buahan masak yang merah merona tersebut, dan tidak pernah terjamah itu, selalu mengusik hati si Kera itu berbuat nekad untuk menyeberang kesana.

Mau berenang tidaklah mungkin, karena perairan disitu banyak dihuni oleh buaya. Kalau pun memaksakan diri , tentulah akan menjadi sasaran empuk untuk dimangsa oleh buaya-buaya itu.

“Seandainya punya sayap, tentu aku sudah terbang kesana!”, gerutu dari si Kera itu.

“Yaa……, bagai pungguk merindukan bulan”, bergumam ia. Tapi aku tidaklah boleh begitu, karena orang tuaku pernah memberikan nasehat, bahwa “Siapa yang lemah, harus cerdik”. Aku harus berusaha : “Jangan menyerah …….., SEMANGAT-SEMANGAT!!”; sambil mengepalkan kedua tinjunya, dan tangannya diacung-acungkan keatas.

Sebegitu seriusnya, hingga ia tidak menyadari keadaan disekitarnya. Kemudian...., ia dikejutkan ketika terasa pundaknya ada yang menepuk dari belakang, dan terdengar seruan : “Hai Kawanku, kelihatannya serius sekali, sampai aku yang datangpun tidak dipedulikannya lagi!”

“Hai kak Garuda!, kiranya engkau yang datang, tinggal dimana engkau sekarang?”

“Aku rindu teman2ku disini, teringat ketika masa kecilku dahulu bermain-main denganmu. Sekarang aku berada tinggal di Pulau seberang yang cukup jauh letaknya dari sini. Dan…, ada apa dengan dirimu?” Tanya si Garuda.

Maka diceriterakannyalah apa yang sedang dirasakan olehnya, kepada si garuda.

“Aku bermaksud, mau pindah kesana!” jawab Kera.

“Ayo naiklah kepunggungku, akan kuantar kamu kepulau itu sekarang juga” timpal si Garuda.

Setelah sampai keduanya keseberang, dan berbincang-bincanglah mereka menceriterakan pengalamannya masing-masing, sebagai pelepas rindu kepada sahabatnya. Setelah dirasa cukup, maka si Garuda mohon pamit untuk meneruskan perjalanannya.

Si Kera senang bukan kepalang dipulau itu, menjadi raja kecil laiknya. Ia melompat kesana kemari, sesuka hati, memilih buah-buahan masak yang disukainya. Tiada sesuatu pun yang mencegahnya.

Namun segala sesuatu yang ada didunia itu juga tidak bisa lepas sebagai apa yang sudah digariskan olehNya, tidaklah kekal. Setelah beberapa bulan tinggal disitu, lambat-laun buah-buahnya mulai menipis juga. Dan musim (buah) pun juga sudah mulai berganti.

Rasa gelisah dan takut pun mulai datang menghantui kepadanya. Buah-buahan tinggal sedikit, tak ada pilihan makanan lagi, jauh dari teman dan sanak saudara, dan …., dan… seterusnya. Bayangan-bayangan dan rasa kuatir datang dan datang menggelayuti benak pikirannya. Mau kembali ketempat pulau asal, tapi bagaimana lagi caranya?!

Pesan orang tuanya kembali terbayang olehnya, “Siapa yang lemah, harus cerdik.”

“SEMANGAT-SEMANGAT!!”; Dan dengan mengepalkan tinjunya, kedua tangannya diacung-acungkannya keatas.

Dengan langkah gontai, digerakkannyalah juga kakinya menuju kearah kepantai. Ketika dilihatnya banyak Buaya-buaya yang berjemur ditepian pantai, lalu ia mulai naik keatas pohon, dan melompat dari dahan ke dahan hingga kesebuah dahan besar yang menjulur kepantai. Dan tepat dibawahnya, nampaklah disitu buaya-buaya itu berada.

“Hai Sang Buaya, anda sekarang kok terlihat lemah dan tidak berdaya begitu?” sapa si Kera.

“Apa yang kamu katakan? Bukankah kamu tahu, bahwa akulah penguasa, dan raja dipulau ini!” jawab Buaya.

Kera : “Iya, kan hanya dipulau ini saja? bukan dipulau besar yang diseberang itu.”

Buaya : “Disini, dan diseberang itu juga! Kamu belum tahu seberapa kekuatanku dan banyaknya rakyatku. Besok akan aku kumpulkan mereka semua dipulau ini, agar kamu ketahui!”

Jawab Kera : “Baiklah, akan aku hitung seberapa banyak kekuatannya.”

Esok harinya mulai berdatanganlah para buaya-buaya itu memenuhi pesisir pantai pulau itu.

Ungkap si Kera : “Lho…, kok begini…..; bagaimana bisa aku menghitung jumlahnya?”

Lanjut si Kera: “Sebaiknya kesemuanya berbaris berjajar, dari pinggir pulau ini hingga kesana, di pulau seberang! Agar supaya aku bisa mudah untuk menghitung jumlah Buaya kesemuanya”

Tanpa ada prasangka apapun, segera mulailah mereka berbaris berjajar hingga kepulau seberang sana itu. Dan kemudian turunlah si Kera dari atas dahan, dan mulai melompat kepunggung buaya satu persatu, serta dengan suara lantang mengucapkan hitungan : “Satu….., dua….., tiga…., empat…., lima…., enam…., tujuh….., delapan…., sembilan…., sepuluh…., sebelas…., dua belas…………..” dst., hingga akhirnya sampailah ia kepada hitungan terakhir keseberang pulau itu.

“Wah, ternyata banyak sekali rakyatnya, hingga aku menjadi kehabisan napas dan suara untuk menghitungnya!”

Sembari melompat keatas dahan ditepi pantai itu, si Kera berucap :

“Sekarang, sebaiknya beristirahatlah dulu teman-teman Buaya; dan aku akan menyampaikan hal ini kepada sang Raja Rimba!”

Kemudian, berlalulah si Kera melompat kedahan-dahan berikutnya, masuk ketengah hutan.



Sebuah saduran bebas, dari tjeritera Guru.



Tidak ada komentar: